Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterwakilan Kita dan Pengrajin Kata, Catatan atas Ekaristi Mario Lawi

28 April 2020   18:29 Diperbarui: 29 April 2020   03:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Puisi Mario F Lawi, Ekaristi [facebook.com/Maria Pancratia]

Misalnya jika sekarang saya menggubah kalimat, "Untukmu percik kusebar, menjadi kobar di setiap singgah."

Bagi Saudara-saudara, mungkin kalimat ini bukan apa-apa. Tetapi ia bisa jadi sesuatu banget bagi 1) mereka yang pernah bersentuhan dengan spiritualitas Claretian di Matani sana, yang memaknai diri mereka sebagai "a man--mengikuti jejak Sang Bunda--on fire with love, who spreads its flames wherever he goes"; 2) para aktivis revolusioner akan menautkan maknanya dengan memori mereka pada slogan Iskra --majalah Rusia tempat Lenin pernah menjadi editornya--- "From a spark a fire will flare up;" sedangkan 3) perawan kasmaran yang ditinggal merantau sang kekasih mendamba itu syair bisikan pujaan hati, terus menjaga api cinta mereka meski harus pindah dari satu perkebunan ke perkebunan lain.

Ketika Ragil Sukriwul menulis "Aku Seperti Ketakutan Seperti Ketakutanmu," ia mungkin menulis tentang masa kecil dirinya atau orang lain di sekitarnya. Tetapi puisi itu nyaring berteriak kepada setiap pasangan kawin beranak yang sedang bertengkar hebat. Puisi itu tiba pada saya di tengah cekcok berat dengan istri. Di hadapan subjektif saya saat itu "Aku Seperti Ketakutan Seperti Ketakutanmu" berubah tangisan nyaring putra tercinta kami. Puisi Ragil mendorong pada tindakan, berdamai.

Bisu atau nyaringnya sebuah puisi tidak hanya bergantung massa, tetapi juga masa. Puisi, kalimat, pun frasa hebat boleh saja nyaring pada masa tertentu, bisa saja tak lebih dari untaian bunyi senyap pada masa sebelum atau sesudahnya.

Ketika 1918 BMas Marco Kartodikromo menulis "Sama Rata dan Sama Rasa" di Penjara Weltevreden (1917, dibukukan dalam Syair Rempah-rempah pada 1919) kata-kata itu sedemikian terkenal di masanya karena mewakili kehendak kuat rakyat Nusantara untuk lepas dari penjajahan kolonialis Belanda dan perhambaan feodalisme. Sama rata sama rasa juga menjadi frasa yang memudahkan dalam menjelaskan komunisme.

Tetapi bagi generasi yang lebih terpelajar di kemudian hari, sama rata sama rasa adalah penjelasan keliru atas prinsip keadilan di dalam komunisme. Karena di dalam komunisme keadilan masyarakat kepada individu warga itu setara cinta ibu pada anak-anaknya: setiap orang mendapat sesuai apa yang dibutuhkan dan berkontribusi sesuai apa yang sanggup.

Contoh lainnya adalah kalimat "Boeng, Ajo Boeng" yang disumbang Charil Anwar pada poster Afandi. Kata-kata yang akrab di kalangan pekerja seks berubah menjadi seruan ypembangkit semangat para pemuda dalam masa Revolusi kemerdekaan 1945. Kini kalimat itu kehilangan daya magisnya. Seolah kembali ke habitat, ia bisa saja diucapkan seorang rohaniwan saat mengajak kawan ke lokalisasi.

Itu pula yang terjadi dengan "Hasta la victoria siempre" (Bung Guevara), "Hanya satu kata, Lawan!" (Wiji Thukul), mungkin kalah zaman dibanding "We are the 99%" (Occupy Wall Street).

Mari Konkritkan Contoh

Agar konkrit pengalaman kita tentang bisu atau nyaringnya sebuah puisi, ada baiknya kita coba merasa perbandingkan karya Mario F. Lawi, AJ Susmana, dan Kahlil Gibran dalam puisi yang terinspirasi pengalaman atau tokoh Maria Magdalena.

Yang manakah yang lebih nyaring bicara pada masing-masing kita? Apakah 1) Mario F. Lawi, "Magdalena" dalam Ekaristi (Bisa dibaca pada halaman 34 Ekaristi) atau 2) Kahlil Gibran, "Mary Magdalen" dalam Jesus, The Son of Man, atau 3) A. J. Susmana, "Balada Cinta Lena" poesie lyrique (atau prosa lirik?), karya penutup dalam Kota Ini Ada di Tubuhmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun