Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Baru Saja Rajanya Minta Maaf, Nongol Berita Warga Belanda Pukul Nelayan Lokal

11 Maret 2020   08:41 Diperbarui: 12 Maret 2020   05:22 2261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak perlu marah mengetahui peristiwa seperti ini. Biasa jadi tidak ada bias sentimen kolonial dalam diri EJ yan membuatnya merasa punya hak memukul rakyat setempat. EJ dan Soleman sedang sama-sama mabuk. Keduanya bertengkar. Soleman menyebut rumah EJ seperti sampah. EJ naik pitam, melayangkan pukulan.

Yang menarik, peristiwa ini membawa ingatan saya pada presentasi Fitri Ciptosari dalam salah satu sesi di hari ketiga Annual Conference on Social Justice (ACSJ) di Kupang, Desember 2019 silam.

Fitri, kompasianer yang kini mengajar di almamaternya, sebuah kampus di Salatiga adalah peneliti dan praktisi industri pariwisata.

Dalam pemaparannya saat konferensi, hal yang menarik tanggapan saya saat itu adalah soal kepemilikan warga negara asing terhadap lahan dan bangunan di kawasan wisata pantai di Rote.

Sebenarnya informasi ini bukan baru. Sudah lama saya mendengar jika bangunan-bangunan di Pantai Nembrala-Rote, di Labuan Bajo, dan di Alor itu dimiliki warga negara asing. 

Mereka menikahi warga pulau seberang atau dari provinsi lain -banyak yang diduga cuma kawin kontrak- agar bisa membeli tanah dan membangun penginapan-penginapan eksklusif di kawasan wisata pantai.

Kondisi ini tentu bikin hati masam. Tetapi tiada guna menimpakan kesalahan kepada bule-bule itu. Kata Fitri, bule-bule itu justru merasa harus membeli dan membangun rumah atau penginapan di kawasan wisata pantai di NTT karena kasihan melihat pantai yang rusak tidak terawat dan tidak dimanfaatkan dengan baik.

Saya mengamini informasi Fitri sebab punya pengalaman materil dengan mantan serdadu angkatan laut Inggris yang jatuh cinta para perempuan Larantuka eks-TKI di Singapura.

Si serdadu yang berlibur setelah mundur dari kesatuannya pascatugas di Timur Tengah bertemu si gadis TKI di Singapura, jatuh cinta dan melamar nikah. 

Gadis mensyaratkan serdadu mengikutinya pulang, tinggal sehidup-semati di Larantuka. Maka jadilah sepasang suami-istri beda kebangsaan ini membangun penginapan kecil indah di tepi pantai di Kota Larantuka.

Kamar yang menyerupai kapal, yang separuh bagiannya berdiri di atas air laut, adalah favorit saya. Suasanya bikin tentram. Di sela kerjaan, saya bahkan bisa menghasilkan sejumlah puisi di sana, seperti "Enyah Lara di Adonara,""Sejatinya Pantai," "Menjadi Anak-Anak Itu," dan "Seperti Perahu Bertambat Sauh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun