Selain persoalan Papua, ada dua hal yang sedang jadi gunjingan hangat publik se-tanah air: pergantian mobil presiden dan pemindahan ibu kota negara.
Mobil presiden dan ibu kota adalah onderdil penting sebuah negara. Mana ada negara tanpa ibu kota? Di ibu kota inilah presiden berkedudukan, memimpin negara dan--dalam sistem presidensial--memimpin jalannya pemerintahan.
Dalam memimpin negara dan pemerintahan, Presiden tentu sering mondar-mandir. Ada mondar-mandir di lingkungan ibu kota dan sekitarnya, ada pula hilir-mudik ke daerah-daerah yang jauh.Â
Untuk urusan mondar-mandir di ibu kota, presiden butuh mobil. Karena ia presiden, mobilnya harus khusus, yang memang diperuntukan hanya untuknya. Maka saya kira tak ada negara tanpa mobil kepresidenan.
Karena ibu kota negara dan mobil kepresiden orderdil penting negara, dan negara kita sudah tua usianya, tentulah ibu kota dan mobil presiden punya aspek kesejarahan, termasuk sejarah ganti mobil presiden dan pindah ibu kota negara.Â
Tetapi tahukah kita, benang merah sejarah urusan mobil presiden dan pemindahan ibu kota negara pernah bersimpul penting pada sosok 'maling'? Bahkan urusan Papua pun bersimpul padanya.
Ya, M A L I N G !
# Begini kisahnya ...
Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka dalam kondisi darurat. Banyak hal tak dipikirkan, termasuk soal mobil kepresidenan.
Ya bagaimana mau dipikirkan, tanggal 17 Agustus jadi hari kemerdekaan saja lahir dari ketidaksabaran para pemuda komunis di Asrama Menteng 31 yang terprovokasi dedengkot komunis Tan Malaka.Â