Sebagai lahan bertani, tanah selalu butuh air. Air selalu butuh hutan. Intinya, aset yang paling dihormati orang-orang Inca adalah daya dukung alam bagi keberlangsungan kehidupan agraris mereka.Sementara emas hanya berfungsi sebagai aksesori perlambang spiritual, bukan simbol kemakmuran.
Begitulah. Selalu demikian. Bagi penduduk asli, emas---demikian pula bentuk-bentuk kekayaan lain di perut bumi---tidak lebih penting dibandingkan kelestarian alam, keterjagaan daya dukungnya bagi kehidupan pemukim di sana.
Adalah orang-orang luar, para pencari kekayaan yang rakus, dan pemegang otorita pemberi izin yang hidup berkelimpahan harta dari hasil berdagang izin usaha, yang menempatkan galian perut bumi lebih berharga dari kelestarian lingkungan hidup.
Dalam Dora and the Lost City of Gold, pesan tentang nilai ekologis ini salah satunya disampaikan melalui adegan teka teki terakhir untuk membuka pintu menuju Parapata.
Air lebih penting dari emas. Air lebih penting sawit. Air lebih penting dari marmer. Air lebih penting dari batu bara. Dan karena air lebih penting, alam harus dijaga, bukan dieskploitasi dengan barbar demi mengeruk sebesar-besarnya keuntungan orang-orang yang datang dari luar, yang menukarnya dengan harapan yang disebut investasi.
Pesan yang juga ingin disampaikan adalah para penjaga alam sejati sesungguhnya penduduk lokal, orang-orang yang hidupnya bergantung kepada daya dukung alam setempat.Â
Komitmen kuat orang-orang lokal dalam menjaga keberlangsungan alam ditampilkan melaui para ksaria terakhir penjaga Parapata. Hidup mereka hanya untuk menjaga situs itu.
Bukan emas dan permata di Parapata yang sebenarnya hendak dijaga, tetapi daya dukung alam. Eksploitasi terhadap emas (disimbolkan sebagai pencurian oleh pemburu harta karun) akan merusak alam dan membawa bencana (digambarkan melalui situs yang runtuh ketika patung emas dicuri).
Bukan cuma di pedalaman hutan-hutan di Amerika Selatan suku-suku penjaga lingkungan hidup. Pada prisinsipnya semua bangsa petani sejatinya pelindung alam tempat tinggal mereka. Semua nelayan artisanal adalah pelindung teluk tempat mereka menyandarkan pemenuhan kebutuhan hidup.
Orang-orang di Manggarai, Flores, punya sistem tata ruang yang dijaga ketat: pong (hutan keramat, sering memiliki mata air), puar (hutan yang bisa dimanfaatkan hasilnya), uma (kebun), dan satar (tempat pengembalaan ternak).
Orang-orang di Molo, di punggung pegunungan Mutis, Timor Tengah Selatan membaptis diri sebagai suku pelindung air, batu (bukit kars), dan hutan. Karena itu mereka melawan habis-habisan kehadiran perusahaan tambang marmer. Marmer ditambang, bukit-bukit kars hilang, Timor akan kehilangaan air.Â