Berita tentang jual-beli data kependudukan di media sosial membawa serta dua kecemasan sekaligus. Yang pertama tentang aksi jual-beli itu sendiri. Yang kedua tentang hendak dilaporkannya si pelapor ke polisi oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Soal yang pertama tidak terlalu mencemaskan saya. Sudah 4 tahun ini setidaknya sebulan sekali saya mendapat telepon dari orang-orang yang menawarkan banyak produk, terutama asuransi yang mengklaim punya hubungan dengan bank. Sudah mahfum jika data diri, setidaknya nomor telepon dan bank tempat saya jadi nasabah, sudah lama bocor.
Yang sangat mencemaskan, sekaligus memantik kesal justru hal kedua, yaitu kabar pihak Ditjen Dukcapil Kemendagri hendak melaporkan pemilik akun twitter @hendralm, si pencuit aktivitas jual beli data kependudukan via medsos.
Kabar soal ini saya baca dari Detik.com ("Hendak Dipolisikan Kemendagri, Hendra Pencuit Jual Beli Data e-KTP Kecewa" pada 30/7/2019). Artikel berita itu memuat kutipan langsung pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.
"Oleh karenanya, dari Dukcapil secara resmi akan membuat laporan terkait masalah pencemaran nama baik Dukcapil. Karena Dukcapil merasa konten yang disebarkan akun tersebut mendiskreditkan Dukcapil."
Membaca kabar ini, saya tak beda dengan warganet lain: marah dan resah. Tentu saja demikian. Saya berpikir, sudah untung ada warga yang bersedia melaporkan kejahatan ini. Kok bisa-bisanya malah hendak di-polisi-kan?Â
_______
Bantu saya, teken dan sebarluaskanpetisi "Batalkan Rencana Pemindahan Rakyat dari Pulau Komodo"Â
Saking kesalnya, saya nyaris melampiaskan kekesalan saya ke tokoh yang fotonya menghiasi berita soal isu pelaporan ini. Sambil bergumam, "Dikasih kesempatan macht aanwending kok nggak pernah becus!" Untunglah saya segera sadar, kalau lakukan itu, layar monitor laptop saya akan tamat. Lagipula itu cuma letupan emosi sesaat.Â
Mem-polisi-kan pelapor kejahatan adalah respon sangat tidak masuk akal. Dampaknya sangat merugikan sebab rakyat akan jadi takut melaporkan jika menduga atau bahkan menyaksikan dengan mata kepala sendiri kejadian kejahatan.
Saya sudah sudah akan membuat artikel memprotes tindakan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Tetapi ketika pagi ini membaca-baca lagi berita, kabar terbaru yang muncul adalah Ditjen Dukcapil Kemendagri membantah melaporkan akun @hendralm ke polisi.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh bahkan mengatakan seharusnya pemilik akun pelapor diberi penghargaan ("Dukcapil Tegaskan Tak Laporkan Akun @hendralm ke Bareskrim Polri" Kompas.com. 31/7/2019)
Zudan menginformasikan, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan telah melapor ke Direktorat Tindak Pidana Cyber Bareskrim, pada Selasa (30/7) petang. Yang dilaporkan adalah kasus jual beli data kependudukan, bukan pemilik akun twitter @hendralm.
"Kami tidak menuduh beliau. .... Yang ingin kita tangkap adalah orang yang ingin memperjualbelikan data, orang yang menyalahgunakan data, yang harus diberi sanksi kan itu." (Sumber: Detik).
Wah! Kalau Dirjen Dukcapil Kemendagri membantah, itu berarti kabar mereka melaporkan akun @hendralm ke polisi adalah bohong (jika disengaja) atau tidak benar (jika tanpa sengaja).
Karena kabar bohong atau tidak benar itu sudah mencemaskan masyarakat, membuat kegaduhan, maka yang pertama kali menyebarkannya harus diusut dan dimintai pertanggungjawaban hukum.
Siapa yang pertama menyampaikan kabar itu?
Dari berita di media, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo adalah orang yang menyampaikannya ke media massa.
Nah, lho? Jadi bijimana sekarang? Perlukah rakyat melaporkan Karo Penmas Divisi Humas Polri ke polisi? Atau soal ini sudah bisa beres dengan Karo Penmas Divisi Humas Polri menyampaikan klarifikasi?
Kalau saya ---mengingat saya mahfum jika polisi sering khilaf-- klarifikasi di tv, koran, dan media daring saja cukup. Humas Polri perlu jelaskan pangkal kabar itu. Apakah ada orang Dukcapil yang sebelumnya mengabari akan melaporkan akun twitter @hendralm ke polisi?
Bagaimana jika ternyata kabar itu berpangkal dari penafsiran Humas Polri?
Kalau demikian, konten konferensi persnya adalah permintaan maaf kepada masyarakat. Tak susah. Tiru saja yang Pak Prabowo Subianto lakukan saat minta maaf soal kabar hoaks Ratna Sarumpaet dahulu.Â
Tetapi ingat, itu wajah harus diatur agar tampak menyesal, disertai janji tidak akan mengulangi kesalahan serupa. Kami tunggu kabarnya di TV siang ini. Memangnya enak dibikin resah???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H