Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Berfilsafat, Waketum Gerindra Lontarkan Puja-puji, Ada Apa?

22 Juli 2019   09:58 Diperbarui: 22 Juli 2019   12:59 1836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Gerindra [ilustrasi, diolah dari Tribunnews.com]

Kata orang, tidak ada yang abadi dalam politik. Hari kini berkawan, besok berlawan. Tetapi mbok ya perubahan itu sebaiknya punya landasan yang masuk akal. Jangan kaget-kagetan, bikin orang terheran-heran.

Jumat (19/7), Presiden Jokowi mengunggah video 15 detik di akun twitternya. Isinya tayangan wayang, dengan kata-kata Jokowi di dalamnya. "Lamun sira sekti, aja mateni. Meskipun kuat, jangan suka menjatuhkan."

Ramai orang-orang meresponnya, menghubungkannya dengan filsafat politik dan kepemimpinan Pak Jokowi. Sangat menarik, kalangan oposisi ikut mengomentari dalam nada sangat positif, bahkan puja-puji.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, orang yang sering mengkritik keras Presiden Jokowi, mengatakan, kalimat Pak Jokowi itu menunjukkan fisafat dan moral politik kepemimpinan, kekuasaan dan hidup di masyarakat dalam filsafat Jawa.

Seolah-olah sudah jadi jubir pribadi presiden, Pak Arief menjelaskan, Presiden Jokowi selama ini sudah menjalankan 3 prinsip filsafat politik dan kepemimpinan Jawa yang sebenarnya tidak gampang dilakoni: "Lamun sira sekti, aja mateni; lamun sira pinter, aja minteri; lamun sira banter, aja ndhisiki," yang berarti "Kuat, jangan menjatuhkan; pintar namun jangan membohongi; kencang, jangan mendahului."

"Tiga kata-kata filsafat Jawa ini maknanya sangat tinggi dan tidak gampang melakoninya, dan menurut saya kangmas Joko Widodo ini sudah menjalankan ketiga kata filsafat Jawa ini dalam kepemimpinan. Sangat bagus untuk bisa didalami dan dijalankan oleh kita semua," kata Poyuono ("Jokowi Bilang 'Sekti Aja Mateni', Poyuono: Dia Ingin Kebersamaan." Detik.com. 21/7/2019).

Kita wajib gembira menyaksikan elit politik sesekali saling memuji, tak cuma saling kritik apalagi menghina dan memfitnah.

Tetapi karena pujian ini terdengar berlebihan ---Jokowi sudah menjalankan tiga bentuk kepemimpinan politik yang susah sekali diterapkan itu-- -dan keluar dari mulut politisi lawan, sah-sah saja jika kita curiga, ada udang politis apa di balik batu sanjungan berlebihan ini?

Apakah ini berkaitan dengan arah politik Gerindra yang diduga sedang menjajaki peluang masuk kabinet atau setidaknya berkompromi demi mendapat jabatan Ketua MPR? Atau ini memang pertanda mereda sudah ketegangan antara dua kubu, wujud rekonsiliasi.

Jika hal kedua yang jadi udangnya, bolehlah kita sedikit tenang sebab itu berarti nuansa penuh kedamaian ini akan bertahan lama. Meski begitu kita juga perlu cemas jikalau tidak ada lagi yang berperan mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah.

Namun yang lebih mencemaskan jika udang politisnya adalah yang pertama, demi mulusnya transaksi kepemimpinan di MPR. Kalau seperti ini motifnya, berbahaya, sebab begitu niat politik itu tak tercapai, transaksi gagal, sakit hati oleh kegagalannya akan bermuara dalam bentuk memburuknya pernyataan-pernyataan politik, lebih buruk dari yang sudah-sudah. Kita akan kembali lagi ke suasana semasa kampanye pilpres.

Tetapi sudahlah. Mari sama-sama berharap, pujian Pak Arief lahir dari lubuk terdalam sanubarinya. Semoga itu tidak berarti Pak Arief cs meninggalkan gelanggang oposisi. Soalnya saya yang cebong ini saja sedang mencemaskan rupa konkret dalam praktik kebijakan dari poin ketiga Visi Indonesia yang dipidatokan Presiden Jokowi tempo hari. Apalagi sudah tak terdengar agenda mewujudkan Trisakti disebut-sebut. Sudah senyap retorika tentang ekonomi gotong royong, tentang kedaulatan rakyat.

Saya masih yakin, hal-hal mulia dan visioner di atas cuma tak sempat disebut karena sempitnya ruang dalam naskah. Saya masih berharap, dalam kebijakan nantinya, investasi yang dimaksud lebih sebagai upaya membangun kekuatan perekonomian rakyat, mendorong rakyat untuk membangun usaha-usaha kolektifnya, terutama melalui dana desa. Modal dari luar akan dintegrasikan dengan sumber daya rakyat dalam bentuk usaha patungan (joint ventura) demokratis tiga atau empat pihak: modal privat- BUMN/BUMDES-Modal rakyat

Untuk itu, rakyat, juga pemerintahan Jokowi butuh oposisi, kawan berdemokrasi yang selalu mengingatkan jika pemerintah lupa atau salah arah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun