Namun yang lebih mencemaskan jika udang politisnya adalah yang pertama, demi mulusnya transaksi kepemimpinan di MPR. Kalau seperti ini motifnya, berbahaya, sebab begitu niat politik itu tak tercapai, transaksi gagal, sakit hati oleh kegagalannya akan bermuara dalam bentuk memburuknya pernyataan-pernyataan politik, lebih buruk dari yang sudah-sudah. Kita akan kembali lagi ke suasana semasa kampanye pilpres.
Tetapi sudahlah. Mari sama-sama berharap, pujian Pak Arief lahir dari lubuk terdalam sanubarinya. Semoga itu tidak berarti Pak Arief cs meninggalkan gelanggang oposisi. Soalnya saya yang cebong ini saja sedang mencemaskan rupa konkret dalam praktik kebijakan dari poin ketiga Visi Indonesia yang dipidatokan Presiden Jokowi tempo hari. Apalagi sudah tak terdengar agenda mewujudkan Trisakti disebut-sebut. Sudah senyap retorika tentang ekonomi gotong royong, tentang kedaulatan rakyat.
Saya masih yakin, hal-hal mulia dan visioner di atas cuma tak sempat disebut karena sempitnya ruang dalam naskah. Saya masih berharap, dalam kebijakan nantinya, investasi yang dimaksud lebih sebagai upaya membangun kekuatan perekonomian rakyat, mendorong rakyat untuk membangun usaha-usaha kolektifnya, terutama melalui dana desa. Modal dari luar akan dintegrasikan dengan sumber daya rakyat dalam bentuk usaha patungan (joint ventura) demokratis tiga atau empat pihak: modal privat- BUMN/BUMDES-Modal rakyat
Untuk itu, rakyat, juga pemerintahan Jokowi butuh oposisi, kawan berdemokrasi yang selalu mengingatkan jika pemerintah lupa atau salah arah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H