Dua hari ini urusan kuliah tiba-tiba masuk dalam percakapan persoalan buruh migran Indonesia asal NTT, terutama di grup whastapp komunitas lintas kepedulian dan latar belakang: Forum Akademia NTT (FAN). Dua warta jadi pemicu, satu yang khas NTT, lainnya soal Taiwan yang sedang merangkak hangat jadi polemik nasional.
Berita pertama tentang modus meloloskan buruh migran ilegal dari cegatan Satgas Anti-Human Trafficking di Bandara El Tari Kupang. FYI, meski dianjurkan menggunakan term tenaga kerja non-prosedural, saya lebih senang pakai istilah buruh migran ilegal atau TKI ilegal.Â
Media Vox NTT yang digawangi orang-orang muda berpikiran maju menurunkan berita tentang orang tua diberikan uang 'sirih pinang' Rp 1 juta rupiah agar bersedia bekerja sama dengan calo TKI ilegal untuk meloloskan anak-anak mereka dari cegatan Satgas Anti-Human Trafficking.  Menerima uang itu, orang tua diminta menemani anaknya hingga ke bandara El Tari Kupang, mengaku-aku antarkan anak kuliah ke Jawa.
Sekadar informasi, Satgas Anti-Human Trafficking di NTT dibentuk 2015, sempat mati suri setahun, aktif lagi 2016. Dalam catatan sejumlah media massa, sepanjang 2016 hingga Oktober 2018, satgas Anti-HT NTT berhasil  menggagalkan pengiriman 1.767 calon TKI ilegal, baik yang hendak dipekerjakan di sejumlah di provinsi lain, pun di luar negeri.
Dalam masa pemerintahan Gubernur baru Vicktor Laiskodat, penggagalan pemberangkatan TKI ilegal meningkat jumlahnya. Dalam sebulan, sejak pidato Vicktor dalam sidang paripurna DPRD NTT, September 2018 hingga Oktober 2018, tercatat 304 orang berhasil dicegat Satgas Anti-HT. Sementara sepanjang Januari-November 2018, Satgas berhasil membatalkan pengiriman 938 orang calon TKI ilegal.
Mungkin demi menghindari kian gencarnya kerja Satgas, para calo TKI-ilegal mencari taktik baru, menjadikan alasan kuliah ke Jawa sebagai kamuflase agar lolos dari pencekalan di Bandara El-Tari. Untuk itu orang tua diajak bekerja sama. Modus ini terungkap dari pengakuan sejumlah calon TKI ilegal yang dicegat Satgas selama Januari 2019. Hanya dalam sepekan pertama Januari ini sudah 78 orang yang diduga calon TKI ilegal digagalkan pemberangkatannya.
Modus ini membuat kerja Satgas kian berat. Sulit mengidentifikasi dan membuktikan calon TKI ilegal jika orang tua si calon turut terlibat. Bahkan tidak terhindarkan terjadi salah duga. Seorang mahasiswi asal Pulau Alor, misalnya, berdasarkan informasi Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton di WAG FAN, diduga jadi korban salah cekal. Ia adalah mahasiswa di Yogya yang berlibur Natal dan kini hendak kembali kuliah. Karena saat itu tak bisa menunjukkan kartu mahasiswa, ia turut dicegat. Kini, setelah menerima kiriman kartu mahasiswa asli dari kampusnya, si mahasiswi menuntut Satgas Anti-HT ganti rugi tiket hangus, biaya akomodasi selama di Kupang, dan permintaan maaf di media.
Berita kedua tentang mahasiswa magang Indonesia di Taiwan yang diduga dipekerja-paksakan.
Sejumlah media memberitakan ratusan mahasiswa Indonesia di Taiwan menjalani kerja paksa. Kabarnya mereka adalah mahasiswa yang dikirim ke Taiwan melalui skema kuliah-magang, program Industry-Academia Collaboration Indonesia-Taiwan yang diurus Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI).
Berita ini menarik perhatian orang NTT sebab pada September 2019 nanti Pemprov NTT akan memberangkatkan sekitar 200 anak muda NTT ke Taiwan. Selain yang direncanakan Pemprov, saat ini ada 23 mahasiswa asal Flores Timur yang mengikuti program kuliah sambil kerja di Taiwan. Keberangkatan mereka dibiayai program pinjaman Bank BRI Larantuka.