Setahun lalu, Mei 2016, Presiden Pertagas Toto Nugroho menyatakan perusahannya siap untuk merger dengan PGN sebagai bagian dari skema pembentukan BUMN holding Migas Pertamina. Tinggal tunggu lampau hijau dari Kementerian BUMN katanya (Beritasatu.com, 01/06/2017).
Pada 25 Januari 2018, RUPSLB PGN setuju pengalihan 100 persen saham pemerintah ( 13,8 miliar lembar saham atau setara 56,9% saham PGN) kepada PT Pertamina sebagai bagian kunci dari pengalihan status PGN dari BUMN menjadi PT Persero tbk yang menjadi anak perusahaan PT Pertamina (Detik.com, 25/01/2018).
Pada 28 Februari 2018, dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018, Pertamina resmi menjadi holding company atas BUMN sektor migas (cnbcindonesia.com, 09/03/2018).
Selajutnya, sebagai bagian dari skema, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang produksi gas, PT Pertagas digabungkan dengan PGN.
Sebelumnya ada tiga opsi konsolidasi PGN dan Pertagas, yaitu merger, penyertaan atas saham Pertamina di Pertagas ke PGN, dan PGN mengakuisisi saham Pertagas.
Pemerintah kemudian memilih cara akuisisi sebagai dinilai lebih cepat dan dapat mengejar target rampung pada Agustus 2018 (Beritasatu, 20/05/2018).
Pada 29 Juni 2018, melalui penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA), PT Perusahaan Gas Negara resmi mengakuisisi 51 persen saham PT Pertamina  di PT Pertagas, senilai total Rp 16,6 miliar. Sisa 49 persen saham masih milik Pertamina.
Untuk mempercepat pembentukan holding Migas, pada April 2018, Pertamina menggelar RUPSLB yang salah satu keputusannya adalah mencopot Dirut Elia Massa Manik dan menempatkan Ketua Tim Holding Migas Nicke Widyawati sebagai Plt Dirut Pertamina.
Salah Kaprah Buruh Pertamina
Dari kronologis di atas, tampak jelas bahwa Serikat Buruh Pertamina salah kaprah menuduh penjualan saham Pertagas ke PGN sebagai kepentingan pribadi Nicke Widyawati.
Salah kaprah kedua adalah soal agenda asing dibalik akuisi saham Pertagas oleh PGN.