Harapan dan ketakutan itu juga yang memaksa saya terus mencari gagasan, membuka buku-buku dari tumpukannya yang berdebu, berselancar mencari sumber-sumber informasi valid di belantara informasi---yang sebagian besar hoax, salah paham, ditulis sekadarnya---di internet.
Harapan itu yang disediakan Kompasiana pada Ramadan 2018 ini. Program K-Reward bulanan namun tempo-tempo (sebaiknya memang jangan disebut bulanan) dan program THR Satu Ramadan Bercerita menciptakan harapan dan ketakutan.
Harapan datang dari insentif. Reward atas unique click (K-Reward) dan penilaian juri atas kualitas artikel (THR Satu Ramadan Bercerita). Lebih jauh lagi, kedua program itu menciptakan momen menantang kapasitas diri.Â
Mungkinkah saya bisa bekerja dalam tekanan: menulis sesuai tema yang diminta, tema yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya (32 artikel tentang Ramadan) dan dalam tenggat yang disediakan (sehari)? Bisakah itu saya penuhi tanpa tergelincir memperlakukan menulis sebagai berak, seperti Idrus pernah berkata kepada Pramoedya?
Ya, harapan-harapan itu, harapan meraih penghargaan dan harapan keluar sebagai pemenang melawan diri sendiri, melampaui batas-batas lama, mengalahkan malas dan kebiasaan woles, langgam menunda pekerjaan
Lalu, demi memperkuat daya tarik harapan, ditegakkanlah nilai-nilai, bahwa mempelajari tema Ramadan adalah juga praktik bertoleransi.
Toleransi akan muncul di atas pemahaman. Pemahaman itu sekedar menuntut pengetahuan, bukan kepercayaan atau persetujuan. Ya, mereka melakukan itu karena mereka yakin hal itu begini dan begitu. Begitu saja. Tak harus berlanjut dengan pertanyaan apakah begini-begitu itu benar?
Tetapi mengejar harapan berarti menyeret pula ketakutan-ketakutan. Bagaimana jika besok saya tak sempat menulis, dan karenanya gugur dalam kompetisi (kompetisi Kompasiana pun kompetisi dengan diri sendiri yang timbul dari target menantang diri). Bagaimana jika saya menulis artikel yang buruk?
Aih, mungkin Descartes benar. Jika tak diolah, ketakutan-ketakutan menjelma keraguan. Ketakutan yang menjadi keraguan akan memelukmu agar tak ke mana-mana.
Syukurlah. Saya mengejar harapan dan mengalahkan ketakutan-ketakutan. Saya sudah lolos dalam kompetisi melawan diri sendiri. Sejak 1 Mei hingga 11 Juni, 42 hari saya menghasilkan 57 artikel. Sebanyak 22 berstatus artikel utama/headline, dan 33 berstatus highlight/pilihan.
Ketakutan dan harapan membuat saya mampu menerobos batasan-batasan diri. Harapan dan ketakutan yang muncul dari program-program Kompasiana selama Ramadan.