Pada malam-malam di bulan Mei, umat Katolik dalam organisasi yang disebut Kelompok Basis Gereja (KBG) atau Kelompok Umat Basis (KUB), biasanya terdiri dari kurang lebih 30 rumah tangga, berdoa bersama di tiap-tiap malam. Itu sebabnya di kalangan Katolik, Mei disebut Bulan Maria atau Bulan Rosario.
Maka terberkatilah malam-malam bulan Mei oleh kumandang doa-doa membelah langit, oleh orang-orang Islam yang bertarawih di masjid dan orang-orang Katolik yang bersembahyang bersama, bergilir dari satu rumah ke rumah lainnya.
Saya? Apa yang saya lakukan?
Oh, tidak. Saya bukan seorang religius. Saya sangat tak patut dicontohi untuk itu. Saya hanya duduk di depan laptop, mengetikkan satu dua artikel.
Biasanya, jika putra saya ada bersama saya---ia sedang jauh bersama emaknya dan baru akan kembali akhir Juni ini--, ia lah yang biasa menghadiri sembahyang bersama di bulan Maria. Tak pernah dirinya absen barang semalam pun. Saya bangga dan hormat padanya, putra tunggal yang belum 10 tahun usianya.
Ya, malam-malam bulan Mei 2018 ini adalah malam religius, malam ketika orang-orang berusaha sekuat daya untuk menghindari dosa.
Itu yang tampak dalam kehidupan luring, kehidupan kita yang biasa.
Tetapi manusia masa kini memiliki dua dunia, luring dan daring. Hebatnya, kita bisa menjadi diri yang berbeda di kedua dunia ini.
Maka ketika saya melirik halaman-halaman media sosial, caci-maki masih saja memenuhi dinding-dinding. Umumnya saling serang dua kubu: pendukung Prabowo versus pendukung Jokowi.
Saya membayangkan, andai kita adalah orang-orang Yunani zaman dulu, yang boleh menciptakan dan memuja banyak dewa tanpa takut ancaman pentung serombongan orang yang menganggap suci diri sendiri, mungkin seseorang sudah dini hari membangun mitos bahwa Jokowi dan Prabowo sesungguhnya dewa. Lalu tak butuh waktu lama mitos itu bersambut, mendapat pengikut-pengikutnya yang setia.
Akhirnya, suatu ketika kita merasa perlu mengabadikan nama kedua dewa baru itu ke dalam penanggalan. Mungkin kita akan menciptakan bulan baru di antara Juni dan Juli, serta satu lagi di antara Maret dan April. Kita akan mengambil masing-masing 15 hari dari keempat bulan itu dan menambahkannya kepada dua bulan baru: Bulan Bowo dan Bulan Joko.