Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Toleransi, Bus, dan Kacang Goreng

22 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 22 Mei 2018   07:44 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari theyorkshirejigsawstore.co.uk

Ini kisah dari masa melampaui satu dekade silam. Cerita tentang perjalanan, kebiasaan-kebiasaan, toleransi, dan hal-hal lucu yang terbit darinya. September 2007. Saya ingat bulan itu sebab itu bulan ultah istri tercinta yang ketika itu masih jadi kekasih yang hangat dan ceria sebab kami belum menikah.

September 2007 saya dan seorang kawan dari Maumere dalam perjalanan untuk menghadiri pertemuan di Solo. Kawan saya itu, sebut saja Bung Oleng, lulusan sekolah tinggi filsafat yang mendedikasikan hidupnya menjadi organisator petani dan pemuda di kabupatennya. Sementara pertemuan yang akan kami hadiri semacam pertemuan para aktivis lintas sektoral. Ada buruh, petani, pemuda, seniman, dan orang-orang dari rupa-rupa lapangan perjuangan lain.

Kami tiba di Surabaya, mendarat di Bandara Juanda. Ketika itu percakapan tentang Lumpur Sidoarjo sedang di puncak trending luring dan daring sebab baru berusia setahun lebih setelah semburan pertamanya.

Orang lebih akrab dengan istilah Lumpur Lapindo karena konon dipicu oleh salah perlakuan PT Lapindo Brantas yang lebih mengejar murah daripada aman. Konon. Saya tidak benar-benar mengikuti perkembangan penyelidikan ilmiah atas penyebab bencana itu.

PT Lapindo berantas dimiliki oleh PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen saham) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen saham). Tetapi dua perusahaan itu, Kalila dan Pan Asia sama-sama dimiliki oleh PT Energi Mega Persada.

Energi Mega Persada sendiri adalah anak perusahaan Bakri Group. Pak Abu Rizal, bekas boss utama Golkar dan adik-kakaknya berbagi kepemilikan Energi Mega Persada dengan sejumlah orang lain. Saham Bakri mayoritas, di atas 60 persen.

Kadang-kadang saya berpikir hebat juga kaum kapitalis itu. Mereka seperti sapi pejantan saja, bull, sangat produktif menghamili perusahaan-perusahaan hingga beranak pinak begitu banyak.

Tetapi tunggu dulu. Kita tidak sedang membahas perusahaan atau para pengeksploitasi sumber daya alam yang sering jadi provokator bencana tetapi enggan bertanggungjawab itu. Kita sedang bercerita tentang perjalanan.

September itu Surabaya juga sedang dalam suasana Ramadan meski tidak tampak seperti kota-kota lain di Indonesia yang ketika puasa tiba berubah bagaikan seorang bintang porno mengejutkan muncul di tabloid gosip sebagai perempuan berhijab.

Surabaya adalah kota yang jujur, tidak berlebihan bersolek tampilan luar. Meski sejujurnya saya sering mengalami naik taksi yang berputar-putar seolah-olah kesasar hingga argo membengkak. Sepanjang perjalanan supir akan bercerita tentang kesusahannya. Sudah seminggu ia hanya dapat sedikit penumpang dan bahwa ia baru saja menjadi supir. Tujuan akhirnya adalah agar saya maklum atau berbelas kasihan, merelakan beberapa lembar lima puluh ribu tercabut dari dompet. Pertama kali mengalami itu saya percaya dan jatuh iba. Tetapi setelah setengah lusin taksi menceritakan hal yang sama, sadarlah saya, itu sebuah modus. Aaah, Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun