Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentakosta dan Buku

21 Mei 2018   13:40 Diperbarui: 21 Mei 2018   13:50 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari versodio.com

Hari Minggu (20/05), umat Kristiani merayakan hari Pentakosta. Ini salah satu hari raya terpenting umat Kristiani, mungkin termasuk dalam empat besar bersama Paskah, Natal, dan Kenaikan Yesus ke Surga. 

Sebelumnya, penting menjadi catatan agar kita tidak terbalik  mengucapkan Pentakosta sebagai pantekosta. Penta berarti lima, kosta  berarti sepuluh. Pentakosta adalah lima puluh. Tetapi jika diubah  menjadi pante (banyak), maka secara etymology menjadi banyak puluh.

Pentakosta  adalah perayaan Roh Kudus turun atas para rasul. Dalam Alkitab  Perjanjian Baru, peristiwa ini dikisahkan dalam Kitab Kisah Para Rasul  2:1-11. 

"Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya  berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi  seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka  duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang  bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.

Maka penuhlah  mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam  bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka  untuk mengatakannya." (Kis 2:1-4).

Dalam penanggalan Kristiani,  baik Gereja-gereja barat (Katolik Roma, Anglikan, Lutheran, dan  Protestan) pun Gereja-gereja Timur (Ortodoks, Oriental, dan Katolik  Timur), Pentakosta adalah hari ke-50 setelah Paskah atau hari ke-10  setelah Kenaikan Yesus ke Surga.  

Tanggal persis jatuhnya hari  Pentakosta di antara gereja-gereja itu bisa saja berbeda tergantung  tanggal perayaan Paskah yang  memang berbeda antara sejumlah Gereja.

Sebagaimana  dalam Kisah Para Rasul (2:1), hari raya Pentakosta aslinya bukan hari  raya Kristiani. Ia telah ada sebelum gereja perdana terbentuk.  Pembentukan gereja perdana itu sendiri terjadi pada hari raya Pentakosta  ini.

Aslinya Pentakosta adalah perayaan terpenting dalam  tradisi Yahudi, peringatan turunnya Taurat (Kitab Suci Yahudi) sekaligus  perayaan panen gandum. Dalam konteks kebudayaan Nusantara, hari raya  panen seperti ini disebut Kenduri. Dalam trandisi Manggarai-Flores  disebut Penti.  

Sejatinya Pentakosta (dalam tradisi Yahudi)  disebut Shavuot (harfiah berarti minggu-minggu).  Shavuot diadakan pada  pada hari ke-6 bulan Ibrani, Sivan (akhir Mei atau awal Juni), sebab  dalam perintah Taurat ia dirayakan minggu ketujuh, dimulai sejak hari  kedua Paskah orang Yahudi. Tentang Paskah orang Yahudi lihat artikel "Film Sebagai Gerbang Pengetahuan". 

Karena  tujuh minggu dalam perhitungan penanggalan Yahudi itu jatuh tepat 50  hari setelah Paskah Yahudi, orang-orang Yunani Hellenistik menyebutnya  Pentakosta.

Meski konteks perayaan Pentakosta Yahudi dan  Kristiani berbeda, keduanya mengandung makna metaforis yang sama.  Pentakosta Kristiani juga merupakan momentum panen, tetapi panen  orang-orang beriman. "Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi  diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga  ribu jiwa." (Kis 2:41).

Jika Pentakosta Yahudi merayakan  turunnya Taurat, landasan dalam Agama Yahudi, maka Pentakosta Kristiani  merayakan berdirinya gereja, yaitu peristiwa kelahiran baru, semangat  baru para rasul Yesus oleh pengetahuan yang tercurah kepada mereka  sehingga dengan itu mereka dapat mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus  kepada bangsa-bangsa di seluruh penjuru dunia. 

Konteks Saya: Buku dan Sumber Pengetahuan.

Saya  ingin berbagi renungan saya atas peristiwa ini. Tentu saja renungan ini  tidak dalam konteks iman atau relijius. Sudah ada orang-orang  berkapasitas khusus untuk itu: para Pastor Katolik yang mengenyam  pendidikan filsafat (strata 1) 4-5 tahun dan pendidikan teologi (strata  2) 1-2 tahun atau para Pendeta Protestan yang berpendidikan teologi (4-5  tahun, strata 1). Jika saya sebagai awam mencoba menjalankan tugas  mereka, dampaknya bisa berujung pada penyesatan.

Bagi  saya pribadi, saat mendengarkan bacaan Injil, Kitab Suci, dan kotbah  pastor di gereja tadi, saya membayangkan peran buku sebagai bahan bacaan  yang memberi pengetahuan. 

Para murid perdana mendapatkan  keberanian untuk mewartakan ajaran dan kisah hidup Yesus setelah Roh  Kudus turun kepada mereka, tiap-tiap orang. Peristiwa itu membuat mereka  menjadi lebih berpengetahuan, pengetahuan yang dijanjikan Yesus sendiri  saat perjamuan akhir.

"Masih banyak hal yang harus Kukatakan  kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila  Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh  kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri,  tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya  dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yoh 16:  12-13). 

Karena berpengetahuan, mereka dapat bicara kepada  orang-orang dari beragam bangsa dan bahasa. Karena mereka bicara atas  dasar kebenaran oleh pengetahuan yang mereka miliki, orang-orang menjadi  percaya. 

Pengetahuan membuat kata-kata (dan tulisan) orang biasa memiliki daya.

"Mereka  semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka  semua yang berkata-kata itu orang Galilea?"(Kis: 2:7).

Sebutan  orang Galilea tampaknya mau menunjukkan latar belakang orang-orang itu.  Galilea adalah tempat bermukim orang-orang berdarah campuran dan karena  itu rendah pengetahuannya akan agama.

Lihat nas seperti "...  Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan  tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea." (Yoh 7:52).

Atau  juga "Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang  sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, bangsa yang diam  dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang  diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang." (Mat 4:15-16)

Jadi,  oleh sebab berpengetahuan, orang-orang bodoh dan sederhana menjadi  pintar berkata-kata, dan oleh kekuatan pengetahuannya, orang-orang  pintar dari banyak suku bangsa menerima perkataan mereka dan memahami  kebenaran yang disampaikan.

Hari ini, tentu kita tak bisa  mengharap mujizat seperti kisah di atas, mujizat turunnya Roh Kudus yang  membuat kita memahami kebenaran tanpa berusaha.  Saya bicara tentang  kebenaran yang umum, kebenaran yang diperoleh ilmu pengetahuan.

Maka apakah yang bisa kita lakukan agar berpengetahuan?

Membaca. Tentu saja membaca.

Dengan  membaca, dan karena itu berpengetahuan, komunikasi antar orang-orang  dapat terjalin. Orang-orang berdialog satu sama lain tanpa prasangka  dogmatis ideologis, ras, bangsa, etnis, atau agama. Dengan  berpengetahuan, kata-kata kita, artikel-artikel kita menjadi lebih penuh  daya sebab mengandung kebenaran dan karena itu lebih mudah dipahami  orang lain.

Jadi Om-Tante, yuks membaca  sebanyak-banyaknya. Membaca buku berkualitas maksudnya---cetak atau  ebook--, bukan sekedar membaca artikel-artikel seperti ini, bukan  sekedar straight news kejar tayang media daring, apalagi status facebook dan ocehan twitter. 

Tabik. Selamat Hari Pentakosta.

***

Tilaria Padika

20502018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun