Karena  tujuh minggu dalam perhitungan penanggalan Yahudi itu jatuh tepat 50  hari setelah Paskah Yahudi, orang-orang Yunani Hellenistik menyebutnya  Pentakosta.
Meski konteks perayaan Pentakosta Yahudi dan  Kristiani berbeda, keduanya mengandung makna metaforis yang sama.  Pentakosta Kristiani juga merupakan momentum panen, tetapi panen  orang-orang beriman. "Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi  diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga  ribu jiwa." (Kis 2:41).
Jika Pentakosta Yahudi merayakan  turunnya Taurat, landasan dalam Agama Yahudi, maka Pentakosta Kristiani  merayakan berdirinya gereja, yaitu peristiwa kelahiran baru, semangat  baru para rasul Yesus oleh pengetahuan yang tercurah kepada mereka  sehingga dengan itu mereka dapat mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus  kepada bangsa-bangsa di seluruh penjuru dunia.Â
Konteks Saya: Buku dan Sumber Pengetahuan.
Saya  ingin berbagi renungan saya atas peristiwa ini. Tentu saja renungan ini  tidak dalam konteks iman atau relijius. Sudah ada orang-orang  berkapasitas khusus untuk itu: para Pastor Katolik yang mengenyam  pendidikan filsafat (strata 1) 4-5 tahun dan pendidikan teologi (strata  2) 1-2 tahun atau para Pendeta Protestan yang berpendidikan teologi (4-5  tahun, strata 1). Jika saya sebagai awam mencoba menjalankan tugas  mereka, dampaknya bisa berujung pada penyesatan.
Bagi  saya pribadi, saat mendengarkan bacaan Injil, Kitab Suci, dan kotbah  pastor di gereja tadi, saya membayangkan peran buku sebagai bahan bacaan  yang memberi pengetahuan.Â
Para murid perdana mendapatkan  keberanian untuk mewartakan ajaran dan kisah hidup Yesus setelah Roh  Kudus turun kepada mereka, tiap-tiap orang. Peristiwa itu membuat mereka  menjadi lebih berpengetahuan, pengetahuan yang dijanjikan Yesus sendiri  saat perjamuan akhir.
"Masih banyak hal yang harus Kukatakan  kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila  Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh  kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri,  tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya  dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yoh 16:  12-13).Â
Karena berpengetahuan, mereka dapat bicara kepada  orang-orang dari beragam bangsa dan bahasa. Karena mereka bicara atas  dasar kebenaran oleh pengetahuan yang mereka miliki, orang-orang menjadi  percaya.Â
Pengetahuan membuat kata-kata (dan tulisan) orang biasa memiliki daya.
"Mereka  semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka  semua yang berkata-kata itu orang Galilea?"(Kis: 2:7).