Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bom Surabaya, Mako Brimob sebagai "Battle Cry"?

13 Mei 2018   11:06 Diperbarui: 13 Mei 2018   23:23 3166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang kawan lama menulis di dinding facebook-nya, "Saya setuju dengan pendapat yang mengatakan kejadian di Mako Brimob adalah terencana, bukan spontan. Pasti disadari bahwa kemungkinan kalahnya besar. Dengan jumlah korban 5 orang dan cara terbunuh yang kejam pasti ada sesuatu yg ingin disampaikan. Saya belum bisa menterjemahkan maksud propaganda apa dalam aksi mereka." Membaca itu, saya ngeri membayangkannya. Mungkinkan peristiwa Mako Brimob itu battle cry?

Battle cry adalah teriakan penyemangat sekaligus code atau perintah untuk melaksanakan serangan dalam sebuah pertempuran. Kita biasa menontonnya dalam filem-filem perang tempo dulu ketika masing-masing pasukan berhadap-hadapan muka dalam pertempuran terbuka.

Dalam taktik perang gerilya, ketika pasukan dipecah dalam unit-unit kecil, battle cry berwujud satu serangan pembuka dari unit yang berperan sebagai komando. Mendengar letusan senapan, unit lain akan segera bergerak.

Battle cry berupa serangan pembuka seperti ini bisa juga dilakukan ketika organisasi dalam keadaan setengah lumpuh, yaitu saat represi berdampak kepada ketiadaan komunikasi antar unit. Banyak unit tiarap dan menunggu instruksi. Sebuah pertempuran pecah di suatu tempat dapat dimaknai oleh unit-unit lain sebagai komando untuk memulai pertempuran.

Mungkinkah benar bahwa kejadian di Mako Brimob memang direncanakan sebagai battle cry untuk memanggil sel-sel teroris yang tiarap agar kembali aktif dan melakukan serangan?

Atau mungkinkah kejadian di Mako Brimob aksidental semata tetapi dipahami oleh sel-sel di luar sebagai battle cry?

Entahlah.

Memang serangan-serangan sporatis yang tidak terdeteksi biasanya dilakukan unit-unit pasukan yang kehilangan komando. Negeri ini pernah mengalaminya ketika Osama bin Landen tertangkap. Sel-sel teroris yang kehilangan induk dan kehilangan komando mengambil langkah sendiri-sendiri sebagai tindakan keputusasaan, membuat pola gerakan mereka menjadi acak. Sulit diantisipasi

Pertanyaannya, jika itu sebuah bentuk keputusasaan, tekanan seperti apa yang baru saja dialami oleh kelompok-kelompok teroris itu sehingga bertindak nekad? Apakah ada organisasi mereka yang direpresi sehingga mereka merasa tiada pilihan lain selain melakukan aksi serangan bunuh diri yang penghabisan?

Jika itu bukan bentuk keputusasaan, tetapi sebuah serangan yang terencana, kekuatan apakah yang hingga kini masih cukup efektif untuk mengkoordinasi serangan-serangan itu, terutama jika peristiwa di Mako Brimob adalah by design yang terhubung dengan perisitiwa Surabaya bom gereja di Surabaya.

Ahhh. Apapun itu, belasungkawa sedalam-dalamnya untuk korban bom gereja di Surabaya. Tuhan tidak menutup mata. Pintu surga terbuka lebar kepada umat yang meninggal saat menjalankan ibadah.

Yang terpenting, saatnya rakyat waspada, sungguh-sungguh pasang mata dan telinga, laporkan kepada pihak berwajib jika terdapat hal-hal mencurigakan di lingkungan masing-masing. Jangan main hakim sendiri sebab itu serupa saja tindakan terorisme. Terorisme harus dilawan dengan perlawanan rakyat semesta.

Para pendukung Prabowo dan Jokowi yang masih waras agar meredakan tensi konfrontasi antar mereka, agar mungkin dengan demikian barisan-barisan yang hanya menumpang momentum demokrasi menjelang untuk kepentingan menegakkan kediktatoran identitas, untuk memuluskan berdirinya pemerintahan fundamentalis fasis akan lebih tampak jelas.

Umat Kristiani hendaknya tidak terprovokasi. Di daerah-daerah kantong Kristiani, kita berupaya segala daya agar saudara-saudara Muslim kita dapat masuk masa Ramadan dengan penuh kedamaian.

Ini lah masa padang gurun bagi kita. Masa ujian iman. Inilah saatnya kita buktikan kepada diri kita sendiri, bahwa Cinta mengalahkan segalanya. Cinta mengalahkan ketakutan; Cinta menghapus bilur dan sayatan pedih di hati. Kita pernah menghadapi masa-masa kelam serupa ini dan kita sanggup melewatinya.

Sekali lagi, duka sedalam-dalamnya. Yakinlah, para korban aksi teror itu, oleh imannya, telah diselamatkan, diterima di sisiNya.

***

Tilaria Padika

13052018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun