Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Puisi Lama Manggarai, Tiada Dua di Nusantara

11 Mei 2018   20:02 Diperbarui: 16 Juni 2018   17:19 3732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalau orang-orang tua ini bicara, biasanya go'et yang dipakai. Dokpri

Dari contoh-contoh di atas, kita dapat disimpulkan aturan go'et sebagai berikut:

Pertama, go'et terdiri dari dua larik dengan jumlah suku kata tiap larik sama. Jumlah suku kata dalam go'et bervariasi, antara 6 hingga 12 suku kata.

Kedua, setiap larik adalah isi. Tak ada sampiran. Ini serupa syair dan berbeda dengan puisi-puisi lama Nusantara lain yang selalu mengandung sampiran pada separuh bagian pertama dan isi pada larik-larik sisanya. 

Ketiga, go'et selalu mengandung dua hingga empat benda dan asosiasi sifatnya sebagai unsur metafor. Unsur metaforis pada contoh-contoh di atas adalah kerongkongan-tengkuk (go'et 1), bintang-bulan, akar-daun (contoh 2), peri dan setan (go'et 3), pisang- tebu (contoh 4), dan merpati-tikus (go'et 5).

Keempat, persajakan go'et tidak mengenal rima akhir. Rima dalam go'et terdiri dari rima asonansi (rima vokal selarik) pada kata-kata yang menjadi unsur metaforis dan rima mutlak pada kata-kata pelengkap. Ini membuat go'et berbeda sama sekali dengan syair yang berstruktur rima akhir.

Kelima, isi dalam go'et tidak literer, tidak dinyatakan secara langsung dan eksplisit seperti aneka puisi lama melayu. Pesan sebagai isi go'et bersembunyi di balik metafora-metafora yang ada.

Nah, Kakak, dengan ciri-ciri go'et yang demikian, kira-kira adakah sastra lisan tradisional di daerah Kakak yang menyerupai go'et? Bukankah sungguh kaya Nusantara kita akan kesusastraan? Tidakkah seharusnya buku-buku sastra, terutama buku-buku mata pelajaran pengetahuan lokal di sekolah-sekolah mengajarkan soal ini? Adakah kakak-kakak terpelajar sastra ingin melengkapi ini?

Baiklah. Demikian saja. Jika ada yang kurang, maafkan saya, Kak. Saya bukan pembelajar sastra, juga bukan pengguna native bahasa Manggarai. Meski berayah-ibu Manggarai, saya lahir dan besar di Timor.

Untuk orang-orang seperti saya yang kurang paham budaya, ada pula go'et-nya. "Toe repeng pede, toe haeng tae." Repeng itu pergok. Pede itu pesan. Haeng itu jangkau, dan tae itu kata-kata. Jadi artinya tidak memergoki pesan, tidak memahami perkataan. Maknanya kurang lebih serupa harfiahnya.

Sebagai penutup, nikmati dulu Om Donny Suhendra (gtr), Krisna Prameswara (kyb), Adi Darmawan (bs), Gilang Ramadhan (drm), dan Om Ivan Nestorman (voc) nyanyikan lagu Manggarai.


***

Tilaria Padika

11052018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun