Keempat:
"Muku ca pu'u neka woleng curup,
teu ca ambo neka woleng lako"
Kata-kata utama berupa muku (pisang); pu'u (pokok/pohon); curup (omong, bicara), teu (tebu), ambo (rumpun), lako (jalan). Kata-kata pelengkap adalah ca (satu) dan neka woleng (jangan berbeda).
Tiap-tiap baris mengandung 11 suku kata dengan rima asonansi 'u' pada baris pertama dan 'a-o' pada baris kedua; serta rima mutlak dari kata-kata pelengkap.
Arti harfiah go'et ini adalah pisang sepokok jangan beda kata, tebu serumpun jangan beda jalan.Â
Go'et ini adalah pesan tentang persatuan, baik bagi anggota keluarga, masyarakat sekampung, atau kesatuan masyarakat yang lebih luas. Keutamaan hidup dalam go'et ini sering diekspoitasi para politisi untuk mendapatkan dukungan bulat dari masyarakat konsituen.
Kelima:
"Tekur cai retuk,
lawo cai bao"
Kata-kata utama sebagai unsur metaforis adalah tekur (burung merpati), retuk (baru saja sekejab lalu), lawo (tikus), bao (baru saja tadi). Kata pelengkapnya cai (tiba).
Masing-masing larik terdiri dari 6 suku kata, dengan persajakan rima asonansi 'e-u' pada larik pertama dan 'a-o' pada larik kedua. Cai sebagai kata pelengkap membentuk rima mutlak.
Harfiah go'et ini adalah burung merpati tiba baru saja, tikus tiba tadi saja. Maknanya adalah sindiran kepada amatiran, pahlawan kesiangan, anak ingusan, masih hijau, belum berpengalaman.