Saat ceritakan "Rahasia Sawah Jaring Laba-laba di Manggarai, Flores" dua hari lalu, saya singgung prinsip demokrasi politik orang Manggarai yang berslogan "neki weki manga ranga; weku wa'i rentu sa'i." Jika dirimu peka, Kak, akan tampak kalimat itu bersajak. Rima, Irama, dan strukturnya unik. Tak satu pun jenis puisi lama Nusantara menyerupainya. Mungkin kini saatnya kita ubah seluruh pengetahuan kesusastraan tradisional Nusantara.
Ujar-ujaran Manggarai disebut go'et. Dari fungsinya, ia adalah pantun, sebab berfungsi sebagai penuntun, baik berupa sindiran atau nasihat tentang bagaimana berperilaku sebagai orang Manggarai.
Di masa lampau, orang Manggarai  bercakap-cakap dengan go'et dalam percakapan formal. Yang saya maksud percakapan formal adalah percakapan yang mengandung intensi, bukan sekedar ngobrol le-lau (ngalor-ngidul). Pada masa kini, go'et masih digunakan di dalam percakapan dalam acara adat, juga pada percakapan formal antara tokoh-tokoh yang masih menjungjung tinggi adat. Â
Go'et memiliki struktur yang sama sekali berbeda dengan beragam bentuk puisi lama yang pernah kita kenal. Larik, rima, irama, dan isi di dalam seluruh tubuh membuatnya berbeda dengan pantun, karmina, seloka, gurindam, syair, mantra, atau apapun bentuk puisi lama Nusantara yang pernah Kakak pelajari di bangku sekolah.
Mari kita periksa. Saya ajukan lima contoh (dari ratusan koleksi go'et) untuk kita pelajari bersama
Pertama:
"Neka tengguk bail, jaga kepu tengu
Neka conga bail, jaga poka bokak"
Kata-kata utama (cetak tebal) sebagai unsur metaforis di dalam go'et ini adalah tengguk (tunduk), kepu (patah), tengu (tengkuk), conga (tengadah), poka (potong atau penggal), bokak (kerongkongan atau leher bagian depan). Kata-kata lain sebagai pelengkap, penghubung unsur metaforis adalah neka (jangan), bail (terlalu), dan jaga (awas).
Larik pertama terdiri dari 12 suku kata, serupa pula larik kedua. Persajakan kata-kata utama berupa rima asonansi 'e-u' (larik pertama) dan 'o-a' (larik kedua). Persajakan kata pelengkap adalah rima mutlak.Â
Kalimat ini secara harfiah berarti jangan terlalu tunduk awas tengkuk patah, jangan terlalu tengadah awas leher terpenggal. Makna sebenarnya adalah pesan agar orang jangan terlalu merendah diri, juga jangan terlalu angkuh.