Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bijak Menilai Soal Utang Rp 7.000 Triliun

23 Maret 2018   17:00 Diperbarui: 24 Maret 2018   18:05 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silakan cek ke orang-orang yang ikut menyusun dokumen Nawacita, atau cek KSP, mereka akan katakan bagaimana studi dan assessment Indef membantu memandang problem ekonomi negeri ini.

Para ekonom itu etiknya adalah memang menyampaikan temuan dan penilaian mereka kepada publik dan pembuat kebijakan. Demikianlah salah satu tugas yang melekat dalam disiplin yang mereka pelajari. Tanpa melakukan itu sia-sia mereka belajar susah-susah.

Tingginya tingkat utang luar negeri (pemerintah dan swasta) adalah kondisi yang harus diwaspadai bersama. Apalagi jika beban utang sudah mencapai tingkat di mana principal dan bunga harus dibayar dengan utang baru.

Maka ketika ada ekonom atau ahli manapun menyampaikan hasil studi dan assessment-nya, dan kebetulan itu tidak bagus bagi citra pemerintahan yang Anda dukung, Anda tidak perlu defence dengan cara asal menyerang seolah-olah mereka tidak kredibel.

Anda bisa memilih cara lain yang lebih cerdas, misalnya dengan meng-konter penilaian utang tidak produktif. Anda bisa katakan bahwa tidak  fair jika kita menilai produktivitas utang pada saat ini terkait belanja infrastruktur.

Pembangunan instrastruktur membutuhkan waktu agar terasa dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi. Akan lebih tepat untuk menilai  utang infrastruktur setelah mungkin 5-10 tahun ke depan, bahkan mungkin lebih. Kita tahu bahwa jika pakai perhitungan bisnis murni, proyek-proyek infrastruktur, terutama di daerah-daerah di luar Jawa tidak akan lolos feasibility study dari aspek ekonomi-nya. Apa yang dilakukan Jokowi saat ini memang sebuah pertaruhan. Tetapi yakinlah, pemerintah di masa depan akan merasakan dampak positifnya. Begitu. Anda bisa bilang begitu.

Lalu para pengkritisi akan mendebat argumentasi Anda. Ya sudah tahu balik modalnya lama, mengapa harus ngotot gunakan utang untuk pembiayaan infrastruktur? Sepertinya dia hanya mau pencitraan deh sebab proyek infrastruktur memang paling konkrit. Peluang terpilih kembali akan lebih besar.

Anda jawab begini. Benar bahwa berdasarkan survei preferensi pemilih, biasanya masalah infrastruktur adalah hal yang paling dikeluhkan masyarakat atau konstituen. Bisa jadi ada hitung-hitungnya pragmatis politis di sana. Tetapi ada dua acara pandang lain yang perlu juga dipertimbangkan.

Pertama, tidak usah dipungkiri bahwa pelambatan ekonomi dunia masih terus berlansung. Ekonomi sedang lesu, jika kata krisis terlalu kuat. Sudah pakem bahwa untuk mengatasi krisis, negara akan menggenjot investasi publik. Itu untuk menjaga angka pertumbuhan ekonomi. Tujuannya agar perusahaan-perusahaan tetap beroperasi, buruh-buruh tetap bekerja, rumah tangga tetap memiliki daya beli. Infrastruktur dipilih karena itulah sektor yang menyerap banyak tenaga kerja harian, kuli-kuli kasar hingga tukang insinyur. Sektor itu pula yang paling banyak backward dan forward linkage-nya.

Masih ingat perang teluk, bukan? Apa yang diperebutkan Prancis dan Amerika setelah kota-kota di Irak diluluhlantakan? Proyek rekonstruksi, pembangunan kembali infrastruktur di Irak. Itu sebabnya perang terbatas dipandang sebagai strategi licik menyelamatkan ekonomi dari krisis.

Soal lain adalah jika hitung-hitungannya semata-mata pada kecepatan investasi kembali pokok, maka pembangunan infrastruktur di daerah-daerah tidak akan terjadi. Selama infrastruktur di daerah tidak terbangun, jangan berharap pertumbuhan ekonomi membaik di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun