Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menilai Tiga Syarat SBY Dukung Jokowi

13 Maret 2018   10:28 Diperbarui: 13 Maret 2018   14:47 2072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Cahyo/presidenri.go.id/Kompas.com

Pendukung Pak Jokowi dan orang-orang Partai Demokrat mungkin senyam-senyum terus 3 hari ini. Sinyal dukungan PD kepada Pak Jokowi sudah dipancarkan Pak Susilo dalam Rapimdas PD. Melihat orang senang, sudah pasti saya ikut senang meski tidak harus mendukung keduanya. Kegembiraan itu menular, Saudara-saudara. Jika tidak ikut tertular, Anda mungkin sakit.

Dukungan PD bukan tanpa syarat. Pak Susilo sudah sampaikan tiga syaratnya. Inilah yang membuat saya senang. Demikianlah berpolitik itu. Begitu seharusnya koalisi dibangun. Dukungan yang tanpa syarat adalah tidak mungkin. Ketika ada yang menyampaikan demikian, kita perlu curiga, ada persetujuan apa di bawah kolong meja. Saya senang, untuk kasus ini, Pak Susilo memberi contoh bagaimana seharusnya berpolitik itu.

Tetapi seperti biasa, namanya juga orang nyinyir, saya merasa gatal untuk mengomentari tiga syarat yang disampaikan Pak Susilo.

Sebagai warga negara di era demokrasi ini tiada salah jika orang biasa seperti saya ikut nimbrung ocehkan peristiwa ini. Sebagai warga negara, kebebasan berpendapat sudah sepaket dalam KTP saya. Juga tak perlu Saudara-saudari menilai saya berlagak sok tahu. Tiap-tiap penulis melekat dalam dirinya sikap sok tahu. Jika tidak sok tahu, bagaimana dia menulis? Bukankah menulis itu menyampaikan apa yang dia anggap tahu?

Baiklah, lupakan soal barusan. Kita masuk ke pokok, tiga syarat Pak Susilo sebagai mahar dukungan terhadap Pak Jokowi.

Situs warta melaporkan, ketiga syarat itu adalah: 1) Jokowi bisa membangun kebersamaan yang tepat; 2) Partai Demokrat ikut diajak dalam perumusan agenda; dan 3) koalisi yang dibangun harus berjalan harmonis, saling percaya dan menghargai sehingga terbentuk kepercayaan bersama.(1)

Saya ingin membahasnya mulai dari syarat kedua, sebab ini yang saya nilai paling konkrit dan wajib.

"Visi dan misi platform pemerintahan Indonesia di 2019-2024 juga tepat jika disusun secara bersama. Tentu partai Demokrat ikut menjadi bagian dalam menyusun agenda dan platform ke depan," kata Pak Susilo.(2)

Syarat ini sungguh baik. Bukankah demikian koalisi partai politik itu? Koalisi harusnya dibangun di atas kesamaan platform, cara pandang parpol terhadap problem bangsa, arah dan jalan keluar yang tepat. Inilah seharusnya fondasi koalisi itu. Tanpa hal ini sebagai fondasi, koalisi pemerintahan akan sekedar dagang sapi saja.

Tentu PD tidak bisa dan tidak boleh memaksakan semua proposal politik (arah dan program pembangunan atau kebijakan-kebijakan) diterima oleh koalisi. Ada adu argumentasi, tawar-menawar, sehingga platform koalisi adalah simpul platform partai-partai pembentuknya.

Syarat kedua, membangun kebersaman yang tepat. Redaksional syarat ini seperti sama saja dengan yang terakhir. Karena itu lebih baik saya menduga yang tersirat di balik syarat ini. Kebersamaan yang tepat mungkin dimaksudkan sebagai komposisi kabinet adil sesuai besarnya kursi partai di DPR. Kursi menteri dihargai menurut kursi di DPR. Kursi adalah kurs.

Katakanlah dugaan saya benar. PD mengharapkan jatah kursi menteri yang diperoleh parpol koalisi sebanding kursi DPR Parpol-parpol itu. Parpol yang memilki kursi banyak di DPR, banyak pula jatah menterinya. Kursi di DPR sebagai bantal pengaman untuk meloloskan program dan kebijakan pemerintah dan kursi di kabinet sebagai balasannya adalah harga riil dari pasar koalisi.

Ini adalah syarat yang wajar meski tampak kurang ajar. Politik adalah irisan kebijakan dan kekuasaan. Tanpa kekuasaan, kebijakan tidak akan manifest. Tanpa kebijakan, kekuasaan mau diapakan?

Maka jatah menteri sebagai bentuk konkret kekuasaan mutlak dibutuhkan parpol yang berkoalisi untuk memastikan platform parpol yang diadopsi koalisi kelak dapat sungguh-sungguh dilaksanakan.

Hanya saja, saya punya sedikit catatan soal ini, soal formula tepat jatah menteri yang didasarkan pada proporsi kursi parpol di DPR. Formula ini berbahaya sebab berpotensi tidak klop dengan prinsip bokong tepat di kursi yang tepat.

Formula kursi adalah kurs bisa berdampak pada penempatan menteri yang tidak sesuai dengan latar belakang kepakaran dan rekam jejaknya. Ini pernah terjadi dalam susunan kabinet pertama pemerintahan Pak Jokowi, juga dalam kabinet presiden-presiden sebelumnya.

Sebaiknya kursi menteri dibagi menurut concern masing-masing parpol.

Misalnya begini. Jika platform koalisi soal pembangungan desa paling banyak mengambil platform Parpol A, maka Menteri Desa berasal dari Parpol A, baik kader aktif atau kalangan professional yang dinilai berhaluan sama dalam soal pembangunan desa.

Jika urusan reformasi birokrasi merupakan trademark Parpol B dan resep-resep program reformasi birokrasi yang dipakai koalisi mayoritas diadopsi dari usulan Parpol B, maka MenPAN sebaiknya pula dari Parpol B.

Dengan cara yang demikian, kita dapat berharap menteri-menteri paham tugas, berlaku professional, juga taat platform, sekalipun mereka adalah kalangan professional yang berpolitik praktis.

Tentu saja hal ini hanya akan berjalan jika dan hanya jika berlaku asumsi bahwa platform Parpol --juga koalisi---adalah sungguh-sungguh cara pandang dan jalan keluar atas problem bangsa yang mereka yakini dan perjuangkan. Jadi bukan sekedar rumusan manis demi kesan orang-orang parpol memfungsikan otak mereka. Tanpa asumsi ini, apa yang kita bicarakan sia-sia belaka.

Syarat terakhir adalah soal koalisi harmonis, saling percaya dan saling menghargai. Saya yakin dugaan saya tepat, yang Pak Susilo maksud adalah model sekretariat bersama parpol koalisi di masanya.

Ketika itu, sebelum mengeluarkan kebijakan strategis (termasuk mengajukan rancangan produk perundang-undangan ke DPR), pemerintah terlebih dahulu membahasnya bersama parpol-parpol koalisi di dalam sekber.

Bagi saya, usulan ini juga logis. Pemerintahan adalah pemerintahan koalisi, koalisi dari parpol-parpol. Ini sah-sah saja dan demikialah etisnya, sekalipun sistem kita presidensial.

Catatannya, sekber akan salah dimanfaatkan jika setiap pertemuan membahas kebijakan sensitif di sekber dijadikan momentum tawar-menawar reshuffle kabinet. Ini kesan saya pada Sekber masa Pak Susilo. Dalam beberapa kesempatan -- tidak selalu---tampaknya diskusi di sekber bukan merumuskan apa yang terbaik bagi rakyat. Parpol bersedia menukar dukungannya terhadap usulan pemerintah di DPR dengan jatah menteri hasil perombakan. Jika ini yang terjadi, Sekber serupa saja dengan balai lelang.

Diskusi kebijakan di sekber harusnya tetap mengacu kepada platform (visi-misi, program, dll) yang diusung koalisi saat pemilu dan disampaikan kepada rakyat. Jangan menyimpang dari itu sebab itu merupakan proposal politik yang disampaikan kepada rakyat. Ketika rakyat memilih, sah sudah kontrak politik antara koalisi dan rakyat.

Pemerintah memerintah berdasarkan kontrak itu. Berbasis kontrak itu rakyat menagih janji-janji. Lancung terhadap kontrak adalah wanprestasi. Sanksi bagi wanprestasi adalah delegitimasi, meski de facto saja, tidak de jure sebab setahu saya tak ada ketentuan perundangan untuk menjatuhkan pemerintah oleh sebab gagal penuhi janji kampanye. Beginilah kelemahan demokrasi prosedural. Mau bagaimana lagi?

Baiklah. Demikian kiranya sumbang saran saya. Syarat yang disampaikan Pak Susilo pada dasarnya normatif saja, sudah sewajarnya. Tentu dengan asumsi dan syarat dalam catatan ringkas ini. Semoga koalisi ini benar terwujud sehingga dengan itu urusan 'lebaran kuda' pudar sudah dari percakapan publik.

Tabik.

***

Tilaria Padika

Timor, 12/03/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun