Sudah tonton Basmati Blues belum? Kalau belum sebaiknya Om-Tante buruan cari. Kebetulan film yang dirilis terbatas pada akhir Januari ini akan tersedia berupa video on demand (VOD). Om-Tante bisa streaming atau unduh dari gawai di layanan daring yang berelasi dengan Shout Factory, pemegang hak distribusinya.
Basmati Blues adalah film musikal romantis berbumbu komedi. Wajar sih, meski penulis, sutradara, dan produsernya orang-orang Amerika, film ini bersetting India. Film India ya musik dan tari. India ya cinta yang norak dan lucu.
Jangan berharap Basmati Blues menampilkan akting memukau. Om-Tante akan kecewa. Sepertinya suami istri Om Dan Baron (sutradara dan penulis script) dan Tante Monique Caulfield (produser) memang ingin membuat film indie berbiaya murah yang menekankan pada pesannya. Apalagi suami-istri ini dibantu Om Jeffrey Dorchen (penulis script), orang nyeleneh dengan beragam profesi, mulai dari penulis esai dan fiksi, komposer lagu untuk teater, hingga pemain musik. Jadi kehadiran aktris cantik, muda, cerdas, dan berbakat, Brie Larson sebagai pemeran tokoh utama Dr. Linda Watt tidak membuat film ini mengundang keplak-keplok dari sisi kelihaian akting.
Bukannya Larson tidak bermain sebagus di Room (2015) yang diganjar segudang penghargaan aktris utama terbaik, termasuk Oscar. Di Basmati Blues, Larson berperan sangat baik sebagai doktor muda jomblo yang cantik, serius, antusias, obsesif pada ilmunya dan lugu itu. Yaaah, sebagaimana anak kutu buku biasanya. Tetapi lawan main Larson, Utkarsh Ambudkar (sebagai Rajit, bakal cowok Dr. Linda) berperan sebagaimana 'lelaki muda dalam film India.'
Mungkin karena soal jam terbang, Ambudkar yang punya latar belakang aktor komedi dan VJ MTV memang kebanting berhadapan dengan Larson. Atau juga karena tuntutan script dan arahan sutradara yang demikian, agar --sekali lagi---jadi benar-benar 'film India' dan satir. Om, Tante tahulah maksud saya. Marah, sedih, gembira tetap terlihat sama, lucu.
Kehadiran actor kawakan Om Scott Stewart Bakula  yang banyak dapat penghargaan oleh perannya dalam drama seri Quantum Leap juga tak banyak membantu. Bakula berperan sebagai ayah Linda (Erik) yang jarang muncul dalam film.
Plot ringkas film ini kira-kira begini:
Dr. Linda adalah ahli genetik padi yang bekerja bersama bapaknya di perusahaan Mogil Corp. Ini adalah perusahaan penjual benih dan obat-obat pertanian yang bermarkas di Amerika. India adalah salah satu wilayah pasar utama.
Ketika terjadi penurunan penjualan Mogil Corp di India, Dr. Linda dikirim ke sana sebagai pemimpin cabang yang bertugas meyakinkan petani India untuk menggunakan benih Rice 9 milik Mogil. Sebagai ilmuwan yang percaya bahwa ilmu pengetahuan berguna untuk meningkatkan produktivitas, feeding the planet --slogan Mogil Corp, Dr. Linda tentu saja menerima tugas itu dan berangkat ke India.
Di India ia bertemu dan kemudian terlibat persaingan dengan Rajit, pemuda putus kuliah dari fakultas pertanian di luar negeri. Berbeda dengan Linda yang mengunggulkan benih hibrida introdusir, Rajit lebih suka pertanian organik yang memanfaatkan daya dukung lokal.
Adu pengaruh antara Linda dan Rajit terhadap petani menyeret keduanya dalam hubungan yang aneh. Saling tertarik tetapi juga saling kesal. Sekali lagi seperti lazimnya film India. Sebagai bumbu agar penonton gemas-gemas cemas, William (Saahil Sehgal), manajer lokal Mogil Corp diskenariokan juga tepe-tepein Linda. Bukan karena cinta tetapi demi memantapkan karirnya di Mogil.
Para petani mendorong Linda dan Rajit berkompetisi untuk membuktikan bibit dan teknik siapa lebih unggul, lebih produktif. Linda menang.
Namun yang tidak diketahui Linda dan para petani adalah dengan menanam Rice 9, petani akan bergantung pada bibit dari Mogil. Mereka akan kehilangan tradisi dan kemampuan membenih sendiri. Mogil sengaja menyembunyikan konsekuensi itu dari kontrak. Rajit yang tanpa sengaja tahu dan coba membocorkannya diseret ke penjara oleh polisi yang sudah disogok.
Selanjutnya film menjadi 'sangat India.' Setelah Rajit bebas, ada adegan ia coba hentikan kereta api yang melaju kencang untuk mencegah pengiriman beras India ke jejaring pemasaran Mogil; William yang tiba-tiba insyaf dan membantu Rajit; serta Rajit dan Linda yang akhirnya resmi jadi kekasih.
Mungkin karena terlalu ingin membangun komedi berbasis karakter India, film ini dituduh rasis dan sterotypical. Terlepas dari itu, Basmati Blues menghadirkan pesan tentang problem penting industri pangan terutama terkait isu kedaulatan pangan.
Sekarang kita keluar dari script. Pertemuan penggiat isu kedaulatan pandan se-dunia di Nyleni, Mali, Februari 2007 menghasilkan deklarasi yang salah satunya menyatakan bahwa "Kedaulatan pangan mengutamakan orang-orang yang memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi pangan sebagai inti dari sistem dan kebijakan pangan, dan bukannya tuntutan pasar dan perusahaan-perusahaan besar menjamin hak untuk menggunakan dan mengelola tanah, wilayah, air, bibit, ternak dan keanekaragaman hayati pada tangan-tangan yang bekerja memproduksi pangan."
Deklarasi itu juga menyatakan perlawanan terhadap dominasi sistem pangan dan produksinya oleh perusahaan yang mengutamakan keuntungan dibandingkan rakyat, kesehatan dan lingkungan; dan terhadap privatisasi dan komodifikasi bahan pangan, termasuk bibit.
Bagi penggiat isu kedaulatan pangan, ketergantungan petani terhadap benih introdusir pabrikan adalah masalah. Bukan saja dengan itu petani kehilangan kemandirian menghasilkan benih, tetapi juga karena benih pabrikan sering dijajakan sepaket dengan pupuk dan obat-obatan yang diatur close-list. Menggunakan benih A berarti juga harus membeli pupuk A dan pestisida A.
Pesan ini yang tampaknya coba dihadirkan Basmati Blues melalui satir telanjang atas kelicikan Mogil Corp.
Praktik memanfaatkan segala cara untuk menguasai pasar input pertanian pernah terjadi di Indonesia. Jika Om-Tante rajin melacak jejak digital, saya pikir masih cukup banyak laman tetang kasus suap PT Monagro Kimia, anak perusahaan Mosanto terhadap 140 pejabat tinggi Indonesia agar meloloskan sejumlah produk input pertaniannya.
Produk senilai lebih dari Rp 6 milyar itu antara lain benih kapas GMO, pestisida Roundup, Polaris, dan Spark yang dipasarkan di Indonesia selama 1997-2003. Kasus ini baru mencuat di tanah air pada 2005 setelah US Securities and Exchange Commission (SEC) menerbitkan hasil putusan Pengadilan Distrik Columbia yang menangani pemeriksaan hasil penyelidikan Bapepam AS.
Masih di tahun yang sama, mungkin Om-Tante masih ingat vonis pengadilan terhadap Pak Tukirin, petani Indonesia berusia 62 tahun yang didakwa melanggar UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Pak Tukirin dihukum kurungan 6 bulan, tak boleh menamam Jagung selama 1 tahun dan membayar denda Rp 200 ribu. Pengadilan menilai ia melakukan sertifikasi liar paten benih jagung milik PT BISI.
Padahal Pak Tukirin menemukan bibit unggul dengan melakukan kawin silang berdasarkan pengetahuannya sendiri. Ia tidak pernah tahu jika metode itu telah dipantenkan PT BISI, anak perusahaan Charoen Pokphand group Thailand.
Nah, karena itu setelah menonton film ini, saya langsung mengontak sejumlah penggiat isu kedaulatan pangan dan sineas dokumenter. "Coba kalian tonton Basmati Blues. Harusnya penyadaran rakyat terhadap problem kedaulatan pangan bisa dilakukan sekreatif ini."
Sekarang, coba Om-Tante tonton.
***
Tilaria Padika
Timor, 11/03/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H