Ketika negara tak hadir, rakyat mengambil tindakan sendiri. Para nelayan berinisiatif menjaga kedaulatan dan kekayaan laut Somalia. Dengan persenjataan yang dimiliki mereka menjadi bajak laut. Kekayaan yang diperoleh dari uang tebusan dan jarahan mengubah mereka menjadi seutuhnya penjahat, meski sebagian masih setia pada tujuan awal.
Apa pesan aktual untuk kita?
Kalau sekarang kita melihat fenomena kekerasan berbasis SARA yang diwakili oleh kelompok seperti FPI, kita perlu menelusuri akarnya lebih jauh, tidak serta-merta memandang kelompok itu mewakili wajah islam.
Kita perlu mencari tahu apa hubungannya dengan represi Orde Baru terhadap rakyat, termasuk terhadap kelompok Islam Politik. Apa hubungannya dengan euforia reformasi yang memungkinkan kelompok-kelompok yang dahulu ditindas kini memiliki ruang bebas untuk mengekspresikan aspirasi dan jati dirinya?
Apa hubungannya dengan pembentukan PAM Swakarsa --FPI di dalamnya-- oleh TNI (Operasi Mantap) atas perintah Pak Jenderal (mantan) Wiranto, dengan Kivlan Zen dan Adityawarman sebagai korlap ketika menghadapi gerakan mahasiwa 1999 dulu yang menolak sidang istimewa MPR, menuntut peradilan terhadap Soeharto dan pencabutan dwifungsi ABRI? Apa hubungannya dengan lepasnya "pembinaan" TNI atas kelompok ini setelah Gus Dur membubarkannya? Apa hubungannya dengan kehidupan yang semakin berat sehingga orang perlu berusaha dengan berbagai macam cara agar bertahan hidup? Apa hubungannya dengan kepentingan elit --sipil dan militer-- untuk menaikkan posisi tawar politik melalui mobilisasi paramiliter seperti itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu perlu digali jawabannya untuk menilai secara tepat beragam fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi.
***
Tilaria Padika
Timor, 25/02/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H