Inggris tidak tinggal diam. Newton harus dipertahankan! Front fisika, Astronomi, Matematika pun digelar. Eddington yang baru saja diangkat setahun sebelumnya sebagai astronom kepala di Universitas Cambridge ditugaskan untuk menyelidiki karya Einstein dan mempertahankan kebenaran Newton.
Ketegangan di front akademik memuncak. Pemerintah Inggris minta universitas-universitas menghentikan kerjasama dengan akademisi Jerman. Jurnal dan paper akademisi Jerman atau yang dipandang berafiliasi dengan pemerintah Jerman dikosongkan dari perpustakaan kampus.Â
Di sisi Jerman, para akademisi diminta menandatangani "Manifesto of The Ninety-Three", dukungan intelektual Jerman terhadap kampanye perang negaranya. Ninety-Three adalah jumlah intelektual yang menandatangani hal tersebut. Para ilmuwan Jerman juga diminta meneliti bom gas khlorin untuk digunakan tentara Jerman dalam perang.
Apapun motifnya, entah berkesadaran penuh atau karena intimidasi, di antara para penandatangan manifesto  itu berderet nama besar ilmuwan seperti Nernst, Ostwald, Planck, Lenard, Haeckel, von Behring, von Baeyer, Klein, Ehrlich, Fischer, dan Fritz Haber. Bersusun pula sastrawan besar, seperti Sudermann, Vollmller, Richard Voss, Humperdinck, Klinger, Hauptmann, Dehmel, Eucken, Eulenberg, dan Halbe. Bahkan lebih dari selusin intelektual-rohaniwan, teolog, seperti Deissmann, Ehrhard, Esser, Finke, von Harnack, Herrmann, Koch, Mausbach, Merkle, Naumann, von Schlatter, Schmidlin, Seeberg, dan de Groot. (Lihat Manifesto of The Ninety Three)
Tetapi adalah Einstein yang agnostik itu (yakin kepada ke-Ilahian, tetapi tidak memeluk agama -- kalau pakai standar nalar nusantara kita, disamaratakan saja sebagai kafir) yang justru menolak menandatangani manifesto dukungan perang itu, meski berisiko dicabut pembiayaan risetnya.
Bertolak belakang dengan Einstein, Eddington pemeluk Quaker yang taat. Seorang yang sangat religius. Kampus tempat keduanya mencari makan dimiliki oleh dua Negara yang sedang berperang. Akan mudah saja bagi Eddington untuk mengatakan Einstein mengada-ada dan tidak perlu didengarkan. Ia akan dibenarkan kondisi dan orang-orang mempercayai itu sebab teori relativitas, terutama relativitas umum saat itu hanya berupa prediksi-prediksi, belum menemukan kesempatan pengujian pada gejala alam konkrit.
Tetapi Eddington bukan seorang cupet. Ia adil sejak di dalam pikiran. Eddington justru menyarankan Einstein memecahkan problem orbit Merkurius, blank spot dalam penjelasan hukum gerak dan gravitasi Newton atas Hukum Gerakan Planet Kepler. Einstein berhasil. Teori relativitas umum dapat menjawab kegagalan Hukum Newton menjelaskan orbit Merkurius. Ini gerbang menuju penerimaan lebih jauh atas teori relativitas umum.
April-Mei 2015 pertempuran antara dua kekuatan untuk kedua kalinya pecah di Ypres, sebuah kota di Belgia. Dalam pertempuran ini pertama kalinya Jerman menggunakan secara massal gas khlorin. Sekitar 10.000 korban jatuh di kedua pihak. Di dalam filem  Einstein and Eddington (Mark Pybus, BBC Two 2008), termasuk yang mati terkena gas khlorin adalah sahabat karib tercinta Eddington, William Marston.
Terlepas dari William Marston itu tokoh nyata atau sekedar bumbu penambah citarasa konflik moral dalam film ini (Catatan: William Marston yang sungguh ada dalam catatan sejarah adalah penemu mesin poligraf/lie detector dan pencipta karakter Wonder Woman dalam DC Comics. Ia terkenal dengan nama pena Charles Moulton), kita boleh berasumsi banyak kerabat dan kenalan Eddington yang mati sebagai prajurit Inggris di dalam pertempuran melawan Jerman.
Gas Khlorin yang membunuh banyak pasukan Inggris itu bahkan diciptakan oleh Fritz Haber yang memiliki banyak kesamaan identitas dengan Einstein. Keduanya keturuan Yahudi, juga sama-sama bekerja pada lembaga pendidikan dan riset Jerman. Einstein di Kniglich-Preuische Akademie der Wissenschaften, sementara Frits Haber di Kaiser-Wilhelm-Gesellschaft zur Frderung der Wissenschafte.Â
Kedua lembaga itu sama-sama berkantor pusat di Berlin. Sekedar catatan, filem Einstein and Eddington menggambarkan Einstein dan Haber bekerja seatap di bawah kepemimpinan Max Plank. Sebenarnya, lembaga Haber, Kaiser-Wilhelm-Gesellschaft zur Frderung der Wissenschafte, baru diambil alih pengelolaannya oleh Max Plank Society setelah Perang Dunia Kedua.