Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

50 Pucuk Senapan

28 September 2017   15:07 Diperbarui: 28 September 2017   15:21 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa kami gempar. Di mana-mana orang membicarakan kematian Pak Kades. Bukan sembarang penyebab. Pak Kades mati karena bunuh diri. Bukan pula sembarang bunuh diri. Ia menembaki diri dengan 50 pucuk senapan sekaligus.

Entah dari darimana didapatnya senapan itu, tak ada warga yang mempersoalkan. Memang, konon kepolisian telah membentuk tim untuk menyelidiki asal-muasal 50 pucuk senapan itu. Tetapi bagi warga, adalah lebih menarik menganalisis dan mendiskusikan sebab Pak Kades bunuh diri.

Maka berbagai teori bermunculan dan diperdebatkan pada arisan-arisan, percakapan di sekeliling gerobak pedagang sayur, hingga pada kongkow-kongkow pemuda di penghujung malam. Berbagai tendensi berebut minta diperhitungkan.

Kaum klenik berusaha meyakinkan orang-orang bahwa Pak Kades tidak melakukan itu di bawah kondisi sadar. "Pak Kades sudah dimanterai, diguna-guna," kata Amin si tokoh sepuh.

"Oleh siapa?" Bertanya orang-orang.

"Sttsss, siapa lagi kalau bukan itu," suara Amin mengecil.

"Siapa?"

"Siapa lagiiiii? Pesaingnya dulu di Pilkades lalu ituuuu."

Para penganut konspiratif punya dugaan berbeda. "Ini mesti soal tender proyek jalan lingkar luar itu," kata Amran si sarjana Youtube.

"Apa hubungannya?"

"Proyek jalan itu kan dimenangkan Ismet adik ipar Pak Kades. Pihak yang kalah adalah Muhammad, anak istri kelima Pak Camat dan sekaligus menantu Danramil. Pastilah orang-orang besar itu sudah meneror Pak Kades. Saking takutnya, Pak Kades memilih bunuh diri."

Para peminat psikologi berbeda pula pemikirannya. "Sudah bukan rahasia umum jika Pak Kades hendak mencalonkan diri menjadi bupati pada pemilukadal mendatang. Sayangnya hingga hari-H mendekat, belum satu partai pun berhasil dipikat Pak Kades. Tampaknya uang sogok proyek dana desa yang Pak Kades terima tidak cukup untuk membayar pintu parpol." Maimunah bekas pelajar Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Biarplagiatasalbergelar membuka percakapan di arisan ibu-ibu.

"Terus kenapa harus bunuh diri?"

"Pak Kades merasa jabatan bupati adalah puncak karirnya sebagai pejabat publik. Hanya dengan itu hidupnya bisa paripurna. Anaknya sudah meraih gelar S2 semua. Sudah kawin, bahkan yang sulung punya istri empat oleh bantuan situs nikahsirridotkom. Pak Kades merasa tinggal satu hal lagi yang harus ia cecap. Jabatan bupati. Maka ketika merasa impiannya hampir pasti gagal, jiwa Pak Kades terguncang begitu keras. Karena tak kuat, ia memilih bunuh diri."

***

Di luar sana para pemuda yang bergadang masih ramai mendiskusikan sebab-sebab Pak Kades bunuh diri. Di ranjangnya, Mahmud si komandan hansip gemetaran di balik sarung. Hal ini membuat heran Maimunah, istri tercinta. Udara malam sedang panas. Biasanya Mahmud suka bergabung bersama pemuda-pemuda itu. Selain tak tahan gerah dalam rumah, bersama para pemuda itu Mahmud bisa mendapatkan sebatang dua batang rokok gratis.

"Papa sakit, ya? Tubuh papa nggak panas, kenapa menggigil begitu? Kita ke mantri yaaa." Maimunah cemas.

"Jangan, mah, jangan!"

"Ah, papa ini bagaimana? Mama nggak mau jadi janda, Pah. Utang kita masih banyak. Ayo kita kita ke mantri. Biarpun malam begini, Pak Mantri bolehkan kita periksakan diri ke rumahnya. Mama pernah kok jam 12 malam periksakan memar di paha mama. Pak Mantri itu baik hati biarpun sudah duda."

Mahmud beringsut bangkit, duduk di samping istrinya. "Mah, papa mau ceritakan suatu rahasia. Tetapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya."

"Rahasia apa, Pah?"

"Soal kematian Pak Kades, Mah." Mahmud diam sebentar, menunggu reaksi Maimunah. Si istri diam saja. Matanya berbinar-binar menunggu Mahmud melanjutkan. Olala aku bakal jadi primadona dengan modal rahasia ini. Ibu-ibu sedesa akan terbengong-bengong, memohon-mohon kuceritakan.

"Kamu tahu kan, Mah, seminggu sebelum bunuh diri Pak Kades berseteru dengan Kades tetangga? Kades kita menuduh proyek embung di desa sebelah itu merampas hak desa kita. Pak Kades kita menuduh Kades sebelah menyogok pejabat kabupaten sehingga proyek yang seharusnya untuk desa kita justru jatuh ke desa sebelah."

"Oh, jadi Kades sebelah yang meneror atau nyantet Pak Kades kita?"

"Sttts, bukan! Kamu dengar dulu."

Si istri diam. Mahmud melanjutkan.

"Kan waktu sampaikan hal itu di Musrembangdes, Pak Kades bawa-bawa nama papa. Kata Pak Kades ia tahu persis soal itu karena mendapat info valid dari papa sebagai komandan hansip dan papa melihat dengan mata kepala sendiri peristiwa sogok itu."

"Ah, itu kan sudah kamu ceritakan ke mama kalau tidak benar kamu yang kasih info."

"Betul, Mah. Nah, waktu dipanggil Pak Camat untuk dimintai klarifikasi, Pak Kades membujuk papa agar mau mengaku kalau benar papa yang sampaikan itu. Tetapi itu tidak benar. Papa tidak mau jadi tumbal."

Mahmud merogoh kantongnya, mengeluarkan sepucuk surat.

"Ini diberikan Pak Kades malam sebelum bunuh diri. Ternyata isinya surat permintaan maaf. Ia meralat pernyataannya, mengaku salah dan minta maaf kepada Kades sebelah, juga kepada warga desa kita."

"Lalu mengapa sampai bunuh diri, Pa?"

"Di surat ini Pak Kades katakan, sebagai ksatria, sebagai seorang pemimpin, ia merasa meralat pernyataan saja tidak cukup. Ia bukan saja malu karena sudah berdusta, tetapi lebih dari itu tindakannya telah menyebabkan keresahan dan perselisihan antar desa. Karena itu ia merasa bahkan mundur dari jabatan kades pun tidak cukup. Ia juga mundur dari kehidupan ini."

"Hhhhh. Sungguh seorang ksatria Pak Kades itu. Andai petinggi-petinggi bangsa ini juga demikian, Pah."

"Andai, mah."

***
Tilaria Padika
Timor, 27092017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun