***
Hari ini 1 Januari, demi kegembiraan semesta, Marlince memaksa diri pulih. Ia dan ibu sudah rapih hendak ke gereja. Tiba-tiba seseorang datang tergesa-gesa. “Marlince…Marlince… aduh Marlince…mari kita ke rumahSusilo.”
“Susilo sudah pulang? Dengan istrinya?”
“Tidak Marlince. Dia tidak pernah menikah dengan siapa-siapa. Itu kabar bohong yang dia pinta orang sampaikan agar lu jangan menunggunya. Dia mati, Marlince, ditembak polisi Diraja Malaysia di tengah kebun sawit. Dia lari saat polisi menggerebek perkebunan, mencari TKI illegal. Kini mayatnya yang pulang. Baru saja tiba. Mari Marlince.”
Tahun baru, dunia Marlince mendadak gelap. Susilo sang mantan, bukan terenggut darinya oleh TKW Bugis. Susilo sang kekasih, menjadi mantan oleh maut. Maut dalam wujud peluru, maut dalam wujud kemarau, maut dalam wujud kebijakan yang membiarkan petani bertarung sendiri melawan kerasnya alam.
Marlince akhirnya kembali berjumpa sang mantan, tubuhnya terbaring damai dalam peti. Tidak! Susilo bukan mantan! Ia kekasih yang direnggut paksa oleh ketidakadilan.
***
Aku melihatmu subuh tadi
dapur masih gelap sepi
berteman redup nyala api
tanak segantang jagung
bekal meladang
Aku melihatmu siang tadi
pundak pikul kayu api
bahan bakar buat sehari
dapur asap jelaga
tanpa jendela
…
Aku mendengarmu malam sunyi
sering sesak isak sendiri
cemas suami jauh negeri
setahun rantau sabar
tanpa kabar
(TP. “Aku Melihatmu”)
***
Tilaria Padika
Timor, 23/2/2017
Baca donk, Oom Tante: TAK TERBELI
Arsip: PUISI Padika | CERPEN Padika | CATATAN Padika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H