Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lalong Kades

1 Februari 2017   08:09 Diperbarui: 19 April 2020   09:58 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi. Sumber: KOMPAS.com/YAMIN ABD HASAN

Pada prinsipnya, produk kekuasaan yang sampai kepada rakyat desa, berupa kebijakan-kebijakan dan peraturan adalah buah dari pertarungan dan kompromi di antara dirinya dan tiap-tiap anggota BPD.

Sayangnya anggota BPD ini sebagian besar adalah para tuan tanah. Mereka pasti akan menolak usulan Pak Kobus untuk mengikuti tuntutan para petani.

Berbahaya jika Pak Kobus bersikeras.  BPD bisa membalasnya dengan lebih menyakitkan. Mereka bisa saja mendesak peraturan yang membatasi porsi kepemilikan saham individu atas BUMDes.

Pak Kobus harus menghormati konsensus tak tertulis antara dirinya dengan para anggota BPD. Mereka telah pura-pura tutup mata terhadap beberapa ketidakadilan kecil yang mungkin ia lakukan, maka sebaiknya demikian pula ia terhadap mereka.

Menjalankan fungsinya sebagai alat pereda konflik, kepada para petani itu Pak Kobus tawarkan jalan keluar. Ia akan alokasikan sebagian dana desa agar dapat dimanfaatkan sebagai pinjaman berbunga lunak oleh para penggarap guna membeli lahan dari para tuan tanah. Tentu saja jika BPD menyetujui kebijakan ini, dan ia yakin mereka menyetujuinya karena dengan itu dana desa bukan disia-siakan, dan para tuan tanah boleh menetapkan harga tanah seturut kewarasan mereka.

Para petani, yang tak terbiasa menimbang jangka panjang senang hati menerima solusi Pak Kobus. Dengan itu, Pak Kobus merasa ia telah membuktikan kekuasannya sebagai bukan perpanjangan tangan kaum elit desa. Inilah yang menurutnya bukti otonomi relatif negara yang ia terapkan. Dengan begitu, bolehlah ia mengklaim kekuasaannya sesekali bisa netral, berdiri tanpa berpihak di atas pertarungan kelompok-kelompok sosial di desanya.

“Papa belum mandi? Kita akan melayat ke rumah Pak Agus lho.” Suara Ester, istri terakhirnya membuyarkan permenungan Pak Kobus.

Pak Agus siapa, Mah? Kenapa dia?”

“Lho, Papa ini bagaimana? Pak Agus sepupu jauhmu, yang di Dusun I itu, kan pagi tadi orang kabari jika anaknya meninggal karena kecelakaan. Hayo, kamu lupa, ya?”

Oh iya, Mah. Waduh, tetapi Pak Marten yang kepala sekolah itu mengundang kita syukuran kelulusan cucunya dari Taman Kanak-Kanak, Mah. Minta saja seseorang antarkan uang duka ke rumah Agus, Mah.”

“Ini kedukaan, lho Pah. Apa kata keluarga kalau kamu tak hadir?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun