Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bu Mega Yakin Tak Lupa "Jasmerah"?

11 Januari 2017   06:13 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 2874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO

Bahkan rakyat bukan sekadar silent majority. Mereka kini cenderung menjadi muted majority, dipaksa bungkam dengan kriminalisasi ketika bersuara protes. Ya, mereka muted majority, seperti Srikandi Kendeng, warga Pak Ganjar yang kader terkemuka PDIP itu; seperti 39 aktivis yang dipenjarakan ketika Bu Mega menjadi presiden pada Juli 2001 dahulu.[1]

Betul, Bu. Rakyat harus didorong berteriak tentang hak-hak mereka yang terampas; teriak tentang Trisakti yang tinggal bisik sayup masa kampanye 3 tahun lampau. Tentu Bu Mega tak sedikit pun bermaksud mengajak mereka berteriak, “Berikan jatah kursi pimpinan DPR untuk PDIP.”

Pada bagian awal pidato, hati saya sempat mencibirkan bibir ketika Bu Mega bicara tentang pemerintahan yang stabil sebagai landasan strukturil untuk mencapai cita-cita bangsa. Kata Bu Mega, demi landasan strukturil inilah “PDI Perjuangan selalu ikut dan berdiri kokoh menjaga jalannya pemerintah Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai pemerintahan yang terpilih secara konstitusional.

Pada bagian ini Bu Mega seolah-olah menyatakan bahwa kukuh upaya PDIP mempertahankan keberlangsungan Pemerintahan Jokowi-JK didorong oleh motivasi yang objektif sifatnya: kepentingan bangsa. Jadi bukan karena Jokowi adalah kader PDIP dan berarti pemerintahan ini adalah pemerintahan PDIP.

Saya jadi bertanya-tanya, dahulu Bu Mega dan PDIP ada di mana ketika Presiden Gus Dur diturunkan di tengah jalan oleh DPR –kudeta parlemen, demikian kata para aktivis prodemokrasi ketika itu— dan jabatan presiden digantikan oleh wakilnya? Apakah Bu Mega dan teman-teman PDIP yakin jika tidak sedang lupa nasihat Bung Karno soal Jasmerah, Jangan sekali-kali melupakan sejarah?

Saya tidak keberatan dan sungguh paham jika PDIP berkepentingan subjektif terhadap kelanjutan pemerintahannya, kelanjutan kekuasaan kadernya, Presiden Joko Widodo. Tetapi menyatakan hal tersebut sebagai kepentingan objektif PDIP demi bangsa, sementara dalam sejarah PDIP ikut menikmati keuntungan diturunkannya Presiden Gus Dur di tengah jalan, bagi saya, mohon maaf, tampak sebagai sementah-mentahnya demagog. Saya yakin banyak penyimak berita yang turut mencibir pada bagian ini.

Akhirnya, malam tadi saya berakhir dengan mules-mules ketika Pak Presiden Jokowi menyatakan Bu Mega sebagai pejuang demokrasi. Saran saya, mungkin Pak Jokowi bisa minta kepada para staf untuk memberikan data, membanding-bandingkan, setelah Orde Baru-Soeharto tumbang, pada masa kekuasaan siapa paling banyak aktivis prodemokrasi dipenjara dengan menggunakan pasal-pasal karet, haatzai artikelen yang juga dulu digunakan Kolonialis Belanda untuk memenjarakan Bung Karno. Mungkin saya salah mengingat jika itu terjadi di masa pemerintahan Bu Mega.

Akhir kata, perlu diketahui, artikel ini sama sekali tidak bermaksud merongrong keberlangsungan pemerintahan Jokowi-JK. Tentu saya kecewa pada pemerintahan Jokowi-JK yang tampak lupa akan janji Trisakti ketika kampanye dahulu. Tetapi bagi saya tetap lebih baik Jokowi-JK dibanding  calon lainnya. Ketika pilihan A mengecewakan dan karena itu merupakan pilihan yang salah, bukan berarti pilihan B otomatis benar.

Untuk haters dan blind lovers, sorry kalau tidak sesuai apa yang ingin Anda baca.

Tabe. (TP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun