Mohon tunggu...
Ruli
Ruli Mohon Tunggu... Lainnya - Gathering, sharing and make it happen

Penggiat pendidikan, sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Abdi Sunyi

13 Mei 2020   01:00 Diperbarui: 15 Mei 2020   02:23 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deru-deruan menjadi senandung rindu

Pelupuk awan mengabu pun terindu

Kawan dan lawan bersama tersapu

Sungai denyut kota turut begitu

Beberapa pasang kaki perlahan mengabur,

ngacir saling menjauh

Riuh sorak teriak dan hening tenang, membaur

Tatkala bisikan sendal-sendal pada aspal bersuara tak penuh

Kalap telinga didera merdu kicau burung

Bertanya sejenak mengembarakan tanya

Meregangkan pikiran yang saban hari terkurung

O besar tersiar hingga perut dan raungannya

Gusar badan ini seketika

tergugah oleh sinar tak beretika

Segera tersibakkan selimut dari jenjang kaki

Bersungut keriut muka yang tak abadi

Terlintas, tertancap dan terpatri

sujud, maki dan api 

Pergi terperi menyepi dalam sunyi

Usiran berkumandang, "tak ada tempat mu di sini!" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun