Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu takkan tergoyahkan
Kuat jarimu kalau mencengkeram
Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkeramanmu . . .
Bapak pendiri bangsa begitu tajam dalam menebar jalan panjang ke depan supaya manusia indonesia bisa berjalan sesuai dengan landasan negaranya. Pancasila lahir sebagai burung. Burung gagah seperti yang digambarkan pujangga Iwan Fals dalam cuplikan yang dikutip di awal. Sungguh sebuah visi berbalut misi yang terhuyung dalam alunan jiwa yang penuh roh kemerdekaan yang selalu sedia memberikan panduan bagi nusantara yang mau maju.
Gegap gempita yang lahir dari keinginan dasar manusia bersanubari yang bersujud pada raja jagad. Bukan ego yang menginginkan seponggol kata yang dikenal sebagai nama yang terpajang pada dada sang garuda. Namun harum bakti yang diinginkannya sebagai warisan untuk anak cucu serta segenap generasi mendatang. Sayap sang garuda yang merentang melambangkan kondisi geografi Indonesia yang merentang dari Sabang sampai Merauke, kepalanya yang tegap dan ekornya yang lantang melambangkan kemegahan alam Indonesia yang membentang dari utara sampai selatan. Cengkraman kukunya yang menandai bahwa Indonesia tidak akan hancur selama di bawah naungan sang garuda yang berdadakan pancasila.
Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu-kutu di sayapmu oh.....
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu
Berjuta harapan ingin diujudkan mereka sebagai pendiri. Sadar mereka tidak bisa mewujudkannya mereka menerbangkan nya bersama sayap garuda pancasila. Namun makin lama, garuda makin tua dan kutu-kutu mulai muncul di selipan bulunya yang membuatnya melemah. Karena itu ajakan pun tersampaikan. Mari rakyat kita bersihkan kutu-kutu garuda kita. Siratan dalam guratan menunjukkan siapa kita pada dunia. Bangsa yang beradap dan seberadap bangsa lain bahkan yang telah menjajah kita. Pancasila mengajarkan kita untuk maju dan menunjukkan bahwa kita memiliki jalan kita sendiri sebagai bangsa dengan kebihnekaannya.
Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji
Untuk putera-puteri bangsa, sadarlah bahwa saat mu telah menjelang. Persiapkanlah langkahmu ancang penjelajahanmu. Petikan bait ini ditujukan jelas bagi muda-mudi pertiwi. Ajakan yang mengandung dorongan untuk maju. Janji yang diterakan bukanlah janji palsu yang menghasilkan sumpah serapah namun janji sebagai manusia yang menghargai dirinya dengan mebuat dirinya berguna. Banyak dari muda-mudi sekarang tidak mengenal pancasila. Mereka hanya sekedar tahu pancasila. Tahu pancasila sebagai salah satu teks usang yang harus dibacakan berulang ulang sampai nanh keluar dari telinga mereka saat menjalankan upacara pagi di senin yang memberatkan jiwa. Sekarang pancasila membutuhkan kesadaran. Sadar sebagai bangsa dalam nusantara yang gagah. Sadar bahwa saatnya untuk bangun, mandi dan gosok gigi supaya bisa berbicara lantang pada dunia tentang nusantara dan garudanya yang selalu dilindungi oleh perisai pancasila yang sakti. Maka marilah berjanji . .
Tadi pagi esok hari atau lusa nanti
Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisikan harapan
Yang hanya berisikan khayalan
Iwan Fals menyadari bahwa pancasila yang terpatri pada dada sang garuda adalah suatu warisan besar yang takkan pernah punah karena dia yakin garuda bukan sekadar burung perkutut yang hanya tau berkicau dan hanya berfungsi sebagai bunga rampai ssang alam namun garuda adalah roda gigi yang selalu siap berjalan menerjang zaman untuk tetap jaya mempertahankan ke eksisannya sebagai gada negeri. Dia juga mengatakan bahwa sangsaka yang terpatri dalam sanubari sang garuda bukanlah sandang pembalut yang hanya membalut negeri yang berisikan manusia yang hanya melakukan masturbasi pertumbuhan. Pancasila bukanlah sebagai khayalan semata yang dilontarkan oleh para pendiri bangsa. Pancasila adalah pancasila itu sendiri. Kompas negeri nusantara yang selayaknya berkibar dalam dada setiap manusia nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H