Mohon tunggu...
Tikha Novita Sari
Tikha Novita Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Tutor Bimbel, Guru Privat, Freelance Writer

📝 Jatuh cinta sama kutipan ini: "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." - Pramoedya Ananta Toer -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Pencapaian Desa Inklusi 2018

31 Oktober 2018   18:57 Diperbarui: 2 November 2018   07:35 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eko salah satu barista dari YAKKUM.

"Wayang-wayang tersebut dikhususkan. Kenapa dikhususkan? Karena dibutuhkan! Mereka itu lebih sensitif. Ingin tahu perlakuan masyarakat Jawa terhadap difabel? Nontonlah pertunjukan wayang," tutur Herman Sinung Janutama.

Sementara dalam perspektif agama, disabilitas dalam pandangan KH. Imam Aziz, salah satunya yang ia singgung adalah penyelenggaraan fasilitas umum. Konsep rukhsah yang merupakan dispensasi dalam Islam ini menurutnya dapat menjadi dilema ketika hal tersebut terkait masalah penyelenggaraan fasilitas umum terhadap penyandang disabilitas.

"Contoh kecil saat penyandang disabilitas ini adalah seorang tunarungu. Ketika ia melaksanakan shalat Jumat saat khotbah berlangsung mau tidak mau penyandang disabilitas ini mengalami diskriminasi akibat tidak adanya fasilitas, sarana yang memudahkannya bisa mendengar khotbah Jumat karena keterbatasan yang dimiliki para penyandang disabilitas tidak diikuti oleh ketersediaannya sarana itu," terang KH. Imam Aziz.

Dengan masih kurang adanya perhatian di beberapa bidang, dirinya berharap kedepan pihak-pihak atau stakeholder, para penyelenggara ini mampu memperbaiki pelayanan fasilitas-fasikitas umum yang wajib untuk dipenuhi. Jika, fasilitas umum ini terpenuhi diharapkan bisa memberikan akses terhadap siapa saja yang membutuhkan terutama bagi para penyandang disabilitas.

"Berbicara kesempurnaan Tuhan. Kita semua yang ada di sini adalah cerminan kesempurnaan Tuhan. Difabel yang lahir dengan kekurangan, justru kesempurnaannya ada di situ. Proses hingga lahirnya sama, kok hasilnya beda? Dan itu bisa hidup dan bertahan. Kalau tidak ada yang namanya kesempurnaan Tuhan tidak mungkin itu terjadi bukan," tutur Cak Fuad sebagai moderator mengakhiri diskusi lokakarya tematik siang itu.

Salah satu peserta Temu Inklusi 2018.
Salah satu peserta Temu Inklusi 2018.
Semangat terlihat jelas dari para peserta yang menghadiri dan mengikuti rangkaian kegiatan acara Temu Inklusi 2018 ini, mereka seolah menemukan banyak inspirasi yang memacu motivasi menuju arah yang semakin baik lagi. Peserta yang hadir dalam Temu Inklusi ketiga ini datang dari wilayah pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua. 

Suharto, Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia menyampaikan, Temu Inklusi ini merupakan event yang diselenggarakan dua tahun sekali. Kedepan, akan direncanakan kegiatan ini dilaksanakan di daerah lain, agar semangat inklusi bisa lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

Rangkaian kegiatan Temu Inklusi 2018.
Rangkaian kegiatan Temu Inklusi 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun