Nama : Raden Roro Nur Cahya Widilanstika Widodo
Nim : 202210230311244
Apakah anda pernah merasa tidak enak badan atau sakit dan mengeluhkannya ke teman anda? Karena teman anda pernah merasakan gejala sakit yang sama, diapun langsung menginformasikan cara untuk mengatasinya.
Apakah anda langsung percaya dan menururti sarannya tersebut?
Hati-hati!!!! ini termasuk ke dalam SELF DIAGNOSIS
Teman, keluarga dan pengalaman sakit kerap dijadikan acuan untuk “mengobati diri sendiri”. Belum lagi saat membaca artikel kesehatan di internet, bukannya sembuh malah bisa memperburuk Kesehatan anda. Banyak orang yang lebih menmpercayai informasi yang ada diinternet dengan alasan takut dengan apa yang dikatakan dokter mengenai keluhan dan gejala yg dialaminya (Kim & Kim,2009). Dan juga selama masa pandemi 2 tahun terakhir banyak masyarakat indonesia yang melakukan self diagnosis ke beberapa jenis gangguan Kesehatan antar lain tifus, insomsia, bipolar, personal distress dan COVID 19. Dikarenakan penasaran dengan gejala yang dialami, bingung, teretekan, dan tidak dapat menahan emosi negative.
Self Diagnosis pada Kesehatan mental sendiri juga berbahaya, mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan yang didapat diri sendiri. (RuangGuru2022). Ketika melakukan self diagnosis anda berasumsi seolah olah mengetahui masalah Kesehatan mental yang anda alami.
Contoh, Ketika anda berfikir mengidap gangguan bipolar karena sering mengalami perubahan suasana hati atau Ketika anda berfikir mengidap gangguan kecemasan hanya karena anda selalu mengalami kepanikan.
Menururt psikolog Rajnish Mago dari India dikutip dari ITS news internet merupakan acuan untuk dijadikan self diagnosis yang sebenarnya tidak tepat.
Saat ini, media social dipenuhi para remaja yang melakukan self diagnosis terhadap Kesehatan mentalnya. Dan menganggap hal tersebut sebagai hal yang keren untuk diekspos. Trend ini sering muncul diberanda social dengan latar belakang monokrom dan diiringi lagu lagu sendih agar terlihat lebih dramatis dan melankolis. Postingan tersebut biasanya dibuat acuan untuk melakukan self diagnosis
Self diagnosis sangat berbahaya karena cenderung mengambil pengobatan yang salah, karena biasanya akan melakukan perawatan sendiri dan resikonya kondisi Kesehatan mental anda menjadi lebih parah karena menjalani metode pengobatan yang tidak disarankan oleh professional.
Itulah mengapa anda disarankan meminta bantuan kepada ahlinya, contoh seperti psikolog/psikiater, untuk mendiagnosis gejala Kesehatan yang dialami dengan benar. Mulai dengan menanyakan lebih detail gejala yg dialami dan berapa lama gejala tersebut berlangsung, sehingga dapat mendiagnosis gangguan yang dialami.
Permasalahan utama yang dialami masyarakat indonesia kurangnya tenaga ahli seperti psikiater dan psikolog di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab terjadinya self diagnosis.
Berdasarkan data WHO (world health organization), sebagai negara berkembang, pada tahun 2018 Indonesia hanya memiliki 4,27 dokter untuk 10 ribu populasi. Jumlah dokter tersebut sangatlah sedikit jika dibandingakn dengan negara asia tenggara lainnya. (sumber:WHO)
Sedangkan untuk saat ini mengutip dari data ikatan psikologis klinis Indonesia, jumlah psikologis klinis sebanyak 2.712 orang yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya masalah jumlah tenaga ahli mahalnya biaya untuk berobat juga membuat masyarakat Indonesia enggan untuk melakukan pengobatan ke tenaga ahli.
Daftar Pustaka
• http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jops/article/download/17467/7185
• https://www.halodoc.com/artikel/bahaya-self-diagnosis-yang-berpengaruh-pada-kesehatan-mental
• Kurnia, R. (2021, Oktober 18). Tren self diagnose mental illness berbahaya? Kompasiana. https://www.kompasiana.com/rahmakns/616d26357711b616b27a1952/tren-self-diagnosis-mentalillness
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H