Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasa Sakit yang Memerdekakan

15 Maret 2022   10:43 Diperbarui: 15 Maret 2022   10:59 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kamu menghendaki  rasa sakit ? Tentu tidak. Tidak ada orang yang menginginkan rasa sakit namun karena keteledoran maka rasa sakit itupun mulai menghampiri kita. Akan tetapi pada saat ini saya akan berbagi tentang rasa sakit yang saya alami yakni rasa sakit yang memerdekakan. Bukan sakit fisik yang membuatku terpuruk melainkan sakit karena menahan berbagai rasa.

Sejak beberapa bulan yang lalu ketika saya menjadi skriptor banyak pengalaman yang membuat saya kadang merasa sakit. Sakit karena harus menanggung kata-kata atau sakit karena perbuatan sendiri. Sakit secara psikis. 

Menjadi skriptor tentu saja ada suka dukanya, selain kerja keras juga menjadi kesempatan untuk lebih banyak nimbrung di media sosial. Membaca aneka jurnal dan buku-buku. Nah, selain menjadi skriptor saya diminta untuk menjadi salah satu anggota team dalam persaudaraan. Bagi saya tugas ini tidak terlalu berat tapi menjadi berat karena bermunculan aneka asumsi tentang pekerjaan tersebut.

Mau tidak mau saya harus mendobrak asumsi itu dan membuktikan bahwa saya sanggup untuk melakukan itu bukan karena terpaksa tapi karena saya mau dan mampu. 

Beberapa saat saya mencoba menggeluti tugas itu, sembari mengerjakan skripsi saya mencoba untuk menayangkan beberapa konten yang menarik di link youtube yang telah disediakan. 

Namun selama itu juga saya harus menanggung kometar dari banyak orang. Adalah hal yang wajar melemparkan komentar ketika kita melihat sesuatu namun apakah kita pernah menyadari seberapa banyak yang dikorbankan untuk mewujudkan ide itu. Kadang-kadang lidah yang tak bertulang ini mampu membunuh karakter orang lain, mampu menjatuhkan orang lain serendah-rendahnya bahkan mampu menciptakan kericuhan dalam kebersamaan.

Inilah yang saya alami beberapa saat yang lalu, banyak hal yang ditujukan kepada saya namun tidak benar. Banyak orang berontak dengan apa yang saya kerjakan bahkan mengabaikan apa yang menjadi kerja keras saya. Namun itu semua hanyalah batu loncatan untuk saya supaya menjadi pribadi yang lebih baik. 

Kata-kata yang tidak membangun kerap terdengar ketika saya memulai karya yang baru. Akan selalu ada yang pro dan kontra terhadap program baru yang hendak saya lakukan. Itu adalah hal yang wajar. Sakit memang ketika harus menanggung celoteh yang tidak bermanfaaat. 

Prinsip saya bahwa tidak ada orang yang luput dari kesalahan dan akan selalu ada orang yang mengulurkan tangan ketika saya jatuh sekalipun dalam lembah yang dalam. Saya tidak mau menjadikan hati ini sebagai tempat sampah orang lain, saya juga tidak mau membebani diriku dengan hal-hal yang negatif. 

Saya harus tetap melakukan yang terbaik, mengutamakan kebersamaan dan tetap menghargai sosok pemimipin saya. Saya tidak akan melawan serangan dengan serangan tapi saya akan menjadikan serangan itu untuk mempermalukan mereka. caranya tetaplah berjuang melanjutkan hal-hal baik hingga mereka sadar dan malu melihat realita yang ada bahwa saya sanggup untuk melakukan itu.

saat ini konten itu sudah berkembang, bisa dinikmati banyak orang sementara skripsi saya sudah hampir finish. Ketika saya menayangkan konten-konten itu saya mendapatkan applaus dari pimpinan saya dan saya diminta untuk melanjutkan karya itu sementara mereka yang selama ini menjadi komentator tertunduk malu dengan karya yang saya buat. Saat ini saya mengalami kemerdekaan itu dan mereka yang menanggung sakitnya. 

Dari peristiwa ini saya menyadari bahwa rasa sakit itu bukanlah sesuatu yang dicari tapi datang sesukanya sesuai situasi dan kondisi yang dialami. Maka, ketika rasa sakit itu menghampiri jangan lari tapi hadapilah. Memang benar sakit fisik bisa diobati tapi kalau sakit secara psikis obatnya hanyalah doa dan kesabaran. Dalam rasa sakit itu kita akan mengalami betapa baiknya untuk berbagi, memafkan dan rasa sakit itu memampukan saya untuk merajut yang luka.

Sekali lagi jangan menghindar tapi katakan pada dirimu bahwa rasa sakit itu akan memedekakan kita dari hal-hal yang tidak benar, memerdekakan kita dari belenggu kemunafikan dan keegoisan. 

Saya menyadari bahwa orang-orang yang menjadi komentator dalam hidup kita adalah mereka yang kurang mampu untuk membangun dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Ketahuilah ketika orang sibuk memperhatikan kita pada saat itulah ia menginginkan perhatian kita kepadanya..

Saya sangat bersyukur bahwa saat ini saya mampu berdiri tegak walau banyak tantangan yang saya hadapi. Saya bahagia karena saya bisa menghempaskan rasa sakit itu dengan kesuksesan yang saya gapai saat ini. 

Kesuksesan bukan suatu ajang yang hendak saya sombongkan melainkan sarana untuk menyalurkan bakat dan kemampuan saya. Ternyata sakit tidak selamanya membuatku terpuruk namun rasa sakit juga memerdekakan saya. Rasa sakit itu membuatku untuk tetap berjuang kearah yang lebih baik

semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun