"Kursi merah". Frasa ini mengingatkanku pada sebuah kursi merah dikampusku. Kursi merah ini terletak persis didepan kantor tata usaha dan ruangan para dosen.Â
Kursi merah ini menjadi tempat ternyaman bagi kami disaat kami sedang menunggu pertukaran jam kuliah. Selain memiliki fungsi utama sebagai tempat duduk, kursi merah ini juga memberi kesan tersendiri untuk saya.
Sembari menunggu pertukaran jam kuliah, kursi merah seakan sudah menyediakan kesempatan bagi kami untuk saling berbagi. Entah itu berbagi cerita tentang tugas maupun pengalaman.Â
Karena kursi merah ini tidak membatasi topik pembicaraan kami,maka cerita kami bisa kemana-kemana,tergantung apa yang terlintas dalam benak kami masing-masing. Walaupun nantinya cerita kami akan berakhir dengan minum " Boba" bareng-bareng.
Lelah dan peluh yang kami alami saat perkuliahan tidak kami hiraukan sebab kami sudah hanyut dalam lauta cerita. Kebersamaan kami tentu memiliki latar belakang yang berbeda-beda,suku,asal dan agama. Namun, perbedaan yang kami miliki tetap membuat kami ceria.Â
Perbedaan yang kami miliki tidak mengenal batas-batas atau sekat-sekat. Walau sebelumnya pernah terlintas dibenak saya bahwa perbedaan bisa saja menimbulkan relasi yang disharmonis. Namun,keraguan saya ditepis oleh kenyataan bahwa relasi yang terjadi diantara kami tidak menonjolkan perbedaan.
Dalam perjalanan waktu,kursi merah tersebut menunjukkan sebuah realita kehidupan kepada saya  bahwa  ada suatu hal yang pantas saya banggakan yakni perbedaan itu ternyata membawa warna yang indah bak bunga yang mekar ditaman safari. Kebanggan ini menghantarkan saya pada sebuah kesadaran akan realitas hidup manusia yang tak dapat terhindar dari perbedaan.
Perbedaan akan terus ada dan pasti ada. Berhadapan dengan kenyataan ini apa yang harus saya lakukan? Sebagai seorang biarawati, saya dapat belajar dari Dia yang memanggil saya. Apa itu?Â
Telah jelas bahwa dalam pengajaran-Nya dan pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, baik melalui perkataan ataupun perbuatannya Dia tidak pernah membatasi orang-orang, suku, golongan, jabatan,\ yang ingin datang kepada-nya.Â
Bahkan Yesus sendiri menyapa orang-orang yang terpinggirkan atau mereka yang disingkirkan masyarakat. Pertanyaannya,bagaimana dengan saya ?Mampukah saya menerapkan sikap-Nya dalam keseharian saya?