Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Cerdas di Kepala, Cerdas di Hati

29 November 2021   22:11 Diperbarui: 4 Desember 2021   21:00 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang biarawati yang sekaligus jadi guru. Setiap hari merupakan hari guru bagi saya dimana saya bertrnsformasi dari seorang mahasiswa menadi seorang guru. 

Tentu saja momen ini menjadi kesempatan emas bagi saya dalam membina diri. Pengalaman ini mengajarkan saya banyak hal. 

Bisa dikatakan pengalaman ini menjadi mutiara bagiku. Dimana saya harus banyak belajar yakni mulai dari cara memimpin, cara berbicara didepan umum sampai dengan berelasi dan beradaptasi dilingkungan sekolah. Meski pengalaman itu tidak selalu menyenangkan tapi selalu ada hikmah dibalik peristiwa.

Selama masa PKL saya mengajar di salah satu sekolah dasar milik swasta. Kehadiranku disekolah itu tentu saja disambut baik dan ramah,dan saya menunjukkan sikap yang antusian terhadap sambutan itu. 

Betapa saya bahagia karena sekolah yang saya impikan selama ini untuk tempat PKL dapat terwujud. Rasa bahagia itupun terwujud ketika kepala sekolah menempatkan saya di kelas III a, b, dan c. 

Tanpa banyak tanya dan pertimbangan, saya langsung " Yes" pada tugas baruku. Kepala sekolah mengantar saya menuju kelas yang akan saya masuki. Dengan langkah yang mantap , kuayun langkahku melewati koridor gedung sekolah menuju kelas III di lantai dua.

Setibanya disana, spontan hatiku menjerit," alamak". ternyata jumlah murid yang akan saya dampingi banyak banget. Kelas tiga ada sejumlah 115 orang. Ya ampun apakah saya sanggup mendampingi mereka? Pelan-pelan saya menarik nafas. 

Saya mencoba melihat sekitarku, memandangi wajah anak-anak yang antusias menyambut kedatangan saya dikelas mereka. Hatiku mulai gundah gulana melihat jumlah kepala yang begitu banyak. Satu hal yang membuat saya sedikit lega adalah saya melihat bahwa mereka adalah anak-anak yang baik dan disiplin.

Saya dan mereka adalah sama-sama orang baru. Kehadran saya menjadi guru baru bagi mereka, dan mereka adalah anak-anak yang baru bagi saya. 

So, karena kami adalah sama-sama orang baru untuk apa takut apalagi gerogi ? Sebagai seorang guru pemula, saya mencari strategi yang paling apik untuk memulai pembelajaran.

Setiap kali mau masuk kelas, saya berusaha mencipatakan sebuah kegiatan yang dapat membuat siswa hadir seutuhnya dikelas. Hadir seutuhnya maksudnya segenap jiwa raganya ada dikelas itu. Aneka jenis kegiatan saya lakukan demi kebahagiaan siswa-siswi yang saya dampingi.

Entah itu pemanasan sederhana, bermain, bernyanyi dan lain sebagainya. Yang penting 10-15 menit sebelum memulai pelajaran saya gunakan untuk refres bersama anak-anak.

Saya melakukan hal demikian dengan harapan bahwa ketika pas jam belajar mereka tidak ngantuk juga tidak bermalas-malasan. Saya sadar bahwa saya adalah orang kreatif dan sedikit jenius dalam mendampingi anak-anak. 

Saya punya seribu cara untuk mendekati mereka. Bukan pamer ya, tapi ini kenyataan..hehehe. Namun, tak juga bisa dipungkiri bahwa kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Ada sebagian anak lebih memilih bermain dari pada belajar. 

Saya tahu betul bahwa dunia anak adalah dunia permainan. Tapi saya juga harus bertindak atas peristiwa ini. Apakah saya salah melakukan permainan kecil-kecil sebelum memulai pelajaran ? Tentu saja tidak. Metodenya yang perlu diganti..hehehe

Hari berganti hari dan bulan berganti bulan saya menjalani tugas baruku itu dengan penuh syukur. Memasuki bulan ketiga yakni bulan terakhir bagiku untuk melakukan PKL, saya semakin memahami kebiasaan para muridku. Saya dan mereka tidak menjadi asing lagi. 

Relasi diantara kami semakin dekat, keberanian untuk memberi salam sudah menjadi hal yang biasa. Ketika anak-anak tahu bahwa kebersamaan kami akan segera berakhir, merekapun mulai iseng dengan saya. 

Mereka mulai berakting di kelas. Saya paham betul sebenarnya mereka hanya mau mencari perhatian saya saja. Akan tetapi saya tetap tegas kepada mereka.

Ketika mereka mulai membuat keributan maka pada saat itu juga saya akan membuat aturan baru. Saya teringat ocehan seorang anak ketika saya menegurnya. 

Dia berkata begini, "Suster kok marah, bisa ya suster marah?" Ya ampun, lubuk hatiku pun saat itu terasa diusik oleh perkataannya yang menggemeskan itu. Mendengar kata-kata itu saya hanya bisa merangkulnya. 

Dalam hati saya berkata, "Terima kasih Tuhan, kepolosan anak ini membuatku sadar akan harapan mereka terhadap diriku. Bantu aku agar aku tidak marah kepada mereka.

Ada beberapa aturan yang saya terapkan selama saya mengajar dikelas diantaranya ialah semua siswa tidak diperbolehkan istirahat jika pekerjaannya belum selesai, siswa yang terlambat masuk ke dalam kelas duduk paling depan, siswa yang tidak mengerjakan tugas tidak diperbolehkan duduk di ruang baca kelas, siswa yang menciptakan keributan diperbolehkan meninggalkan kelas dan pulang.

Aturan yang saya buat ternyata membantu mereka untuk lebih disiplin dan teratur. Mulai dari saat itu tak satupun dari mereka yang melanggar aturan itu. Saya selalu menyadari bahwa hadirku pada saat itu bukanlah semata-mata membuat mereka cerdas diotak saja tapi juga cerdas dihati. 

Melatih anak untuk terampil dalam hal teori atau intelek adalah hal yang gampang. Tetapi melatih anak untuk cerdas dalam emosional adalah hal yang tidak gampang. Saya tidak mau anak-anak yang saya damping hanya cerdas dikepala. Sebab jika demikian nantinya mereka hanya pintar berteori tapi tak dihidupi..hehehe

Siswa-siswi yang saya dampingi pada saat itu adalah anak-anak yang tergolong pintar dan aktif. Kepintaran dan keaktifan mereka sering tidak seimbang dengan sosio emosioanal mereka. Mereka cenderung untuk menonjolkan diri, merasa diri paling benar dan ingin berkuasa atas teman-teman yang lain. 

Sementara saya mau dan berniat membantu mereka agar kepintaran mereka tidak hanya tinggal dikepala tapi juga terwujud dalam sikapnya setiap hari.Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Cara yang saya lakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan aneka pendekatan. Kita tahu apa yang menjadi hak anak tidak boleh dirampas begitu saja. 

Ada seribu satu cara untuk mengetuk pintu hati mereka. Idealnya anak-anak itu masih polos sehingga masih mudah untuk dibentuk dan diarahkan. Saya tidak pernah membentak anak-anak sekalipun ia melakukan kesalahan. 

Saya juga jarang berkata "jangan" kepada mereka. Segala yang berupa larangan terhadap mereka saya sampaikan dengan cara yang halus dan segala aturan tidak menjadi paku mati bagi mereka.

Saya cukup memberi gambaran melalui cerita atau dongeng tentang suatu hal sehingga mereka lebih mudah untuk mengerti tentang pesan yang saya sampaikan. Adalah sesuatu cara ter mudah bagi mereka untuk mencerna sebuah pesan melalui dongeng, sekalipun dongeng itu mengandung kisah tentang perilaku anak tersebut. 

Namun, karena peristiwa yang terjadi sudah diubah menjadi dongeng,anak-anakpun tidak merasa tersinggung,terbebani apalagi dihantui rasa bersalah.

Jadi, bagi saya mendidik anak tidak selalu dengan otak tapi juga dengan hati. Karena harapan saya setiap mendampingi siswa-siswi adalah mereka terbantu untuk menjadi orang-orang yang cerdas menggunakan otak juga cerdas menggunakan hati. 

Cerdas secara intelek adalah hal yang gampang untuk ditempuh namun cerdas menggunakan hati butuh waktu yang lama.

Tentu saja harapan itu tidaklah hanya sekedar harapan. Saya sebagai role model untuk mereka juga berjuang untuk melakukannya. Sebab apa yang saya harapkan dari mereka tentu saja saya akan terlebih dahulu menjadi pelakunya. 

Kebersamaan dengan mereka dengan berbagai situasi yang terjadi kadang mengusik kemanusiaan saya. Menaruh simpati saja tidak cukup untuk mendampingi mereka. 

Namun, segenap jiwa ragaku kubagikan kepada mereka. sebab inilah kesempatan bagiku untukmenanamkannilai-nilai yang baik kepada mereka.

Di usia mereka yang masih sangat muda tentu saja tidak semua hal yang kuberi dapat mereka cerna dengan baik melainkan ada tahapan-tahapan yang harus mereka lalui. 

Saya berharap semoga mereka yang saya dampingi selama PKL menjadi manusia-manusia yang cerdas secara intelek dan cerdas secara emosional. Semoga ilmu yang saya bagikan selama ini bermanfaat untuk mereka.

salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun