Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Cerdas di Kepala, Cerdas di Hati

29 November 2021   22:11 Diperbarui: 4 Desember 2021   21:00 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan yang saya buat ternyata membantu mereka untuk lebih disiplin dan teratur. Mulai dari saat itu tak satupun dari mereka yang melanggar aturan itu. Saya selalu menyadari bahwa hadirku pada saat itu bukanlah semata-mata membuat mereka cerdas diotak saja tapi juga cerdas dihati. 

Melatih anak untuk terampil dalam hal teori atau intelek adalah hal yang gampang. Tetapi melatih anak untuk cerdas dalam emosional adalah hal yang tidak gampang. Saya tidak mau anak-anak yang saya damping hanya cerdas dikepala. Sebab jika demikian nantinya mereka hanya pintar berteori tapi tak dihidupi..hehehe

Siswa-siswi yang saya dampingi pada saat itu adalah anak-anak yang tergolong pintar dan aktif. Kepintaran dan keaktifan mereka sering tidak seimbang dengan sosio emosioanal mereka. Mereka cenderung untuk menonjolkan diri, merasa diri paling benar dan ingin berkuasa atas teman-teman yang lain. 

Sementara saya mau dan berniat membantu mereka agar kepintaran mereka tidak hanya tinggal dikepala tapi juga terwujud dalam sikapnya setiap hari.Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Cara yang saya lakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan aneka pendekatan. Kita tahu apa yang menjadi hak anak tidak boleh dirampas begitu saja. 

Ada seribu satu cara untuk mengetuk pintu hati mereka. Idealnya anak-anak itu masih polos sehingga masih mudah untuk dibentuk dan diarahkan. Saya tidak pernah membentak anak-anak sekalipun ia melakukan kesalahan. 

Saya juga jarang berkata "jangan" kepada mereka. Segala yang berupa larangan terhadap mereka saya sampaikan dengan cara yang halus dan segala aturan tidak menjadi paku mati bagi mereka.

Saya cukup memberi gambaran melalui cerita atau dongeng tentang suatu hal sehingga mereka lebih mudah untuk mengerti tentang pesan yang saya sampaikan. Adalah sesuatu cara ter mudah bagi mereka untuk mencerna sebuah pesan melalui dongeng, sekalipun dongeng itu mengandung kisah tentang perilaku anak tersebut. 

Namun, karena peristiwa yang terjadi sudah diubah menjadi dongeng,anak-anakpun tidak merasa tersinggung,terbebani apalagi dihantui rasa bersalah.

Jadi, bagi saya mendidik anak tidak selalu dengan otak tapi juga dengan hati. Karena harapan saya setiap mendampingi siswa-siswi adalah mereka terbantu untuk menjadi orang-orang yang cerdas menggunakan otak juga cerdas menggunakan hati. 

Cerdas secara intelek adalah hal yang gampang untuk ditempuh namun cerdas menggunakan hati butuh waktu yang lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun