Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ketika Aku Goyah, Ayah dan Ibu Menjadi Teladan Kesetiaanku

2 Oktober 2021   22:18 Diperbarui: 2 Oktober 2021   22:31 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu waktu saya pernah jatuh dalam keterpurukan. Saat itu saya gagal dalam menyelesaikan satu proyek. Kegagalan itu membuatku seakan tak berdaya dan seolah tak ada titik terang disekitarku. Saya malu pada diriku dan malu kepada orang-orang disekitarku. Walau kegagalan itu membuatku down,saya mencoba untuk menenangkan diri dan melihat kembali apa yang menjadi penyebab kegagalan itu.

Tapi usahaku itu rasanya sia-sia karena saya lebih memilih untuk berhenti. Berhenti adalah salah satu pilihan yang tepat untukku pada saat itu. Saya berpikir bahwa  dengan berhenti maka saya akan terlepas dari segala jerat yang ada. Harapan saya juga pada waktu itu dengan berhenti maka saya akan lebih fres kembali,setidaknya tidak bertemu dengan orang yang sama.

Akhirnya,apa yang menjadi keputusanku saat itu harus saya beritahukan kepada kedua orang tua saya. Tujuan saya memberitahukannya adalah untuk mendapatkan restu. Saya menghubungi kedua orang tua saya via telepon.Kebetulanpada saat itu ayah dan ibu sedang lagi bersama dirumah. Seperti biasanya kalau saya bertelepon maka ayah yang akan menjadi orang pertama berbicara kepada saya. Tepatlah sasaranku pada saat itu karena ayah langsung mengangkat telepon saya. Namun,meskipun ayah yang berbicara,ibuku tetap setia mendengarkan dan sekali sekali ia menimpali pembicaraan kami.

Saya adalah orang yang sangat terbuka terhadap ayah perihal permasalahan dan juga kepribadianku. Bagiku sosok ayah layaknya pahlawanku yang selalu setia disampingku. Ayah paling setia mendengar curhatanku dibanding ibuku. Maka,dengan nada yang sedikit sedih,saya menceritakan kisah kegagalan yang baru saja menghampiriku. Seluruh perjalanan peristiwa itu saya ceritakan dan tak sedikitpun saya menyembunyikan sesuatu tentang kejadian yang baru saja saya alami.

Saya tahu,bahwa ayah tidak akan pernah marah apalagi menghukum ketika saya salah. Hal inilah yang membuatku selalu jujur padanya. Keputusanku untuk berhenti melanjutkan perjalanan panggilanku pun kusampaikan padanya. Ketika ayah mendengar kata berhenti,ayah sedikit terkejut. Meski dia terkejut dia tidak memotong pembicaraan saya. Dia setia mendengarkan ceritaku sampai habis. Setelah aku membeberkan rentetan peristiwa yang kualami,aku pun terdiam sejenak. Dengan nada lembut ayah berkata," Masih ada boru yang mau kau katakan padaku atau ibumu ?" Kata-kata itu membuatku sedikit terisak,terharu. Dengan nada lembut saya menjawab," Itu aja Pak,kuharap ayah tidak kecewa dengan keputusanku".

Kemudian ayahku mulai berkisah dan menceritakan padaku apa yang menjadi pengalaman serta harapannya terhadapku. Seperti biasanya ayah selalu memulai pembicaraannya dengan hal-hal keci hingga hal-hal yang besar. Ayah juga tidak muluk-muluk berbicara perihal peristiwa yang kualami.

 Ayah berbicara begini kepada saya" Bicara tentang setia memang sulit. Akan banyak tantangan,godaan yang harus kita alami. Perihal tentang orang baik dan jahat akan selalu kita jumpai dimanapun. Kita tidak pernah bisa mengklaim orang lain agar menyukai kita. Akan selalu ada orang yang pro dan kontra dengan kita,demikian juga kita kepada orang lain. Masalah dan kegagalan adalah teman seperjalanan dalam kehidupan ini. Gagal bukan berarti kamu tidak punya kesempatan lagi untuk menjadi baik dan setiap permasalahan pasti ada solusinya kalau kita memang benar-benar mau memperbaiki dan berubah"

Jadi borukku (putriku) kami bisa bercermin dari saya (ayah) dan ibumu tentang kesetiaan. Belajarlah dari kami perihal kesetiaan. Mengapa saya katakan demikian,hari ini usia pernikahan ayah dan ibumu sudah 42 tahun. Coba kamu bayangkan waktu 42 tahun bukanlah hal yang singkat. Kamu pasti masih mengingat bagaimana kami harus merawat kalian,menafkahi kalian. Bukan tidak ada masalah apalagi kegagalan. Ada masanya dimana kami ingin bebas,menikmati kebahagiaan. Tapi toh,kami mampu melawan keinginan daging dan memilih untuk tetap bertahan pada kesetiaan.

Saya dan ibumu sama-sama berjuang untuk membina dan menjaga keutuhan keluarga. Selisih paham pasti pernah,slek juga pasti pernah,saling menyalahkan bahkan saling diam juga pernah. Tapi apa yang membuat kami bisa kembali harmonis ? Ada janji yang pernah kami ungkapkan untuk tetap setia entah itu dalam suka maupun duka. Sekarang kalian semua sudah beranjak dewasa bahkan sudah membina rumah tangga juga. Paling tidak kalian sudah mengalami pahit getirnya kehidupan. Berjuang untuk tetap setia pastilah juga sudah kalian rasakan.

Jadi,pesanku untukmu jangan terlalu buru-buru membuat keputusan. Maka kalau kamu tanya apakah kami merestui keputusanmu jelas jawabnya adalah " Tidak ". Pilihanmu untuk berhenti tidak akan memberimu kebebasan melainkan tanpa sengaja kamu membuat dirimu semakin terpuruk. Belajarlah untuk setia pada pilihanmu. Walau tak gampang,tapi cobalah untuk menghidupi janji yang pernah kamu ikrarkan"

Yah,kata-kata ayah serasa air segar yang mengalir pada tubuhku. Sejenak aku merenungkan kata-kata ayahku. Memang betul,membina rumah tangga selama 42 tahun bukanlah hal yang mudah tapi mereka tetap setia. Saya bisa membayangkan bagaimana mereka berjuang untuk menyatukan pendapat dan ide dalam mendidik kami,menghadapi kami bahkan juga bagimana mereka harus bersabar ketika kami bertingkah. Rasa bosan,marah dan ingin menyerah pastilah ada dan kebosanan bisa memicu masalah. Tapi toh mereka bisa tertawa kembali,rileks kembali setelah beberapa saat melalui situasi yang keruh. Apa yang menjadi tips kesetiaan mereka ? Hmm..kata ayah mereka cukup saling menghargai,memahami,memberi ruang kebebasan kepada masing-masing,dan jujur adalah salah satu hal yang penting untuk membangun kesetiaan.

Jika ayah dan ibuku mampu setia dan tetap tegar hingga saat ini,saya juga pasti bisa. Sebab ayah dan ibuku sudah terlebih dahulu mengalami apa yang kurasakan. Problema hidup pastilah selalu menghadang dan saya tidak boleh kalah dengan kegagalanku. Berjuang adalah tanggung jawabku. Menjadi seorang pelayan adalah pilihanku. Kebebasan diberikan kepadaku untuk melakukan yang terbaik dalam hidupku.

Terima kasih ayah dan ibu sudah menjadi teladan kesetiaan bagiku. Semoga ilmu kehidupan yang diajarkan kepadaku menghasilkan buah yang manis. Saya berharap semoga hadirku membawa sukacita bagi kalian. Dalam situasiku yang goyah saat ini,aku dikuatkan kembali oleh pengalaman ayah dan ibuku. Semoga hari demi hari aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun