Oleh karena itu sudah sepantasnya dan seharusnya perubahan pola pikir dan perilaku yang menuju kepada pemenuhan tuntutan tersebut diteladankan oleh bapak atau ibu guru dan karyawan, disamping untuk mengedukasi peserta didik secara langsung maupun tidak langsung, juga sebagai bagian dari pertanggungjawaban profesi untuk selalu meningkatkan kompetensi sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Â Â Â Â
Dan yang tak kalah penting adalah semua kegiatan yang digagas sekolah baik akademik maupun non akademik harus berorientasi dan menuju kepada terbentuknya pola pikir dan perilaku peserta didik pada tuntutan tersebut.
Ada pembiasaan-pembiasaan dan kegiatan-kegiatan yang terancang dengan baik, dengan kurikulum yang jelas, dan indikator yang pasti. Bukan sekedar kegiatan yang bersifat "tiba-tiba". Sehingga benar-benar menjadi ajang bagi peserta didik untuk melakukan transformasi sosial secara beradab.
Digitalisasi dan otomatisai menjadi sebuah keharusan dalam era disrupsi dan industri 4.0. Terbukti yang tidak bisa mengikuti perubahan ini akan usang dan akhirnya tinggal menjadi prasasti atas kenangan bahwa pernah ada. Pandemi covid-19 telah "memaksa" transformasi dalam waktu cepat terhadap dunia pendidikan utamanya dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran daring/online. Pembelajaran tatap muka menjadi tatap layar. Pembelajaran on-site menjadi online. Dan perubahan inipun menjalar, berimplikasi pada aspek-aspek lain. Misal, sistem penilain dan pelaporannya.
Digitalisasi yang telah dimulai pada sistem pembelajaran, meski terkesan dipaksa oleh keadaan senyatanyalah pandemi ini menyadarkan kepada kita bahwa inilah kehidupan kita yang sekarang dan ke depan. Maka semua layanan pendidikan di semua lini harus berbenah menuju kearah digitalisasi dan otomatisasi.
Baik layanan pendidikan, administrasi, maupun kepegawaian. Baik yang bersifat layanan internal maupun eksternal kepada masyarakat. Tak perlu lagi menunggu keadaan dengan keragaman kesulitan dan kesusahan yang memaksa kita untuk berubah dan berbenah.
Proses digitalisasi memang bukanlah perkara mudah dan murah. Dibutuhkan perangkat IT yang memang tidak murah dan alih skill atau keterampilan yang tentunya berkaitan dengan kemampuan kualitas sumber daya manusia. Maka penganggaran yang tepat dan pelatihan-pelatihan secara kontinyu wajib untuk diadakan.
Dalam konteks ini pula, sekolah harus mampu membuka dan membaca peluang untuk membangun jejaring/network. Membangun jejaring untuk membesarkan dan membangun citra sekolah, dan membuat agar lulusan yang dihasilkan lebih usefull dan marketable di masyarakat. Serta menggunakan kekuatan dunia maya/virtual melalui beragam media sosial yang ada untuk mempopulerkan dirinya.
Karena kemampuan membranding diri melalui kekuatan media sosial tak terbantahkan lagi dampaknya bagi terbangunnya opini masyarakat terhadap seseorang, suatu kelompok atau suatu lembaga.
Sekarang saatnya untuk mengeksekusi segala mimpi-mimpi. Tahap demi tahap menjadi sebuah gerak linear kearah perubahan yang bersifat progress dan planned change, tentunya lebih baik, daripada sekedar jargon, yang kemudian mati, tanpa bukti.*