Mohon tunggu...
Tigor Robert
Tigor Robert Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hanya Sebagian Kecil

Suka Coffee Lemon Mocktail

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Peluk

22 Oktober 2021   21:58 Diperbarui: 22 Oktober 2021   22:06 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, si suami sedang berbicara dengan istrinya. Sayang, bolehkah aku peluk anakku yang manis ini? tanya si suami. istrinya berkata, jangan, kasihan dia baru tidur. nanti terbangun.

Tapi kan aku ayahnya, berhak dong untuk memeluknya, lagipula sudah beberapa hari aku tidak memeluk anakku ini, kata si suami. istrinya menjawab, tapi aku kan ibunya, dan anak kamu baru saja tidur setelah belajar tadi, butuh tidur nyenyak biar dia tumbuh besar.

Kalau udah begini, si suami mengalah.
Seorang ibu tahu yang terbaik untuk anaknya. 

Apalagi anak ini, anak satu-satunya. 

Terus kalau sudah meluk, kamu mau apain? tanya si istri

Pertama-tama, kata si suami, Aku mau kecup jidatnya. Karena setiap pulang selesai mencari uang, hanya dahi itu yang bisa melarutkan rasa capek yang terkumpul. Aneh lho, bisa lenyap, gak bersisa.

Terus? tanya si istri.

Terus, aku lihat kelopak matanya. Aku minta maaf. Bisik-bisik, tentu saja. Aku mau bilang,  Maaf ya nak, ayah nggak bisa beliin kamu mainan kesukaan kamu, yang kamu lihat di TV. maaf ya nak akhir-akhir ini pendapatan dari ayah ngojek tidak cukup untuk membelikan mainan kesukaan kamu. Lalu aku akan bilang, percayalah Ayah sedang berusaha untuk mencari uang kembali, agar kita bisa berhenti makan sehari sekali. Agar kamu bisa ikutan beli es krim Magnum yang anak komplek sebelah suka makan sore-sore. 

Si istri melihat ke suaminya, dan bertanya kepada suaminya, Kok istrinya gak pernah dikecup lagi dahinya?

Iya, ini kalau dibolehin meluk, kamu juga kebagian kecup dahi. Janji, kata si suami. Si istri tertawa. Suaminya melihat dia dengan mata sendu, dia berkata, Maaf ya kalau aku kecewain kamu.

Aku gak pernah kecewa sama kamu, Mas. Gak pernah, kata si istri, pelan.

Maaf ya, kata si suami. si istri berkata, kenapa minta maaf lagi mas?

Maaf ya, karena aku kamu tidak pernah merasakan makanan enak lagi seperti dulu, karena pandemi ini juga membuatmu makan hanya sekali saja sehari, kata si suami. Maaf ya, kamu pasti kecewa sama aku.

Aku gak pernah kecewa sama kamu, Mas, kata istrinya. Gak pernah.

Si istri duduk, diam.

Dia menghapus air matanya yang jatuh satu tetes.

Kamu kenapa? Kok tiba-tiba nangis? tanya suami.

Gak, gak kenapa-kenapa, kata si istri.

Si suami kembali mendekati tempat tidur. Dia melihat anak gadisnya masih tertidur pulas. Tidurnya tidak pas, kepalanya justru ada di antara bantal dan boneka kesayangannya. Anak umur segini memang sering bikin takjub. 

Aku mau bangunkan dia, dan memeluknya, kata si suami.

Jangan, kata si istri, nanti di bangun.

Suaminya menggeleng.  Enggak. Aku harus gendong dia, ngeliat dia tidur begini aja kok rasanya kangen banget.

Si suami mendekat ke arah anaknya. Dia lalu menjulurkan tangannya. Tapi tubuh anaknya tidak terangkat. Si suami mencoba mengambil anaknya kembali. Kali ini dia sadar apa yang terjadi: Tangannya tembus melewati tubuh anaknya.

Bingung, si suami melihat ke arah istrinya. Istrinya kembali menghapus satu butir air mata yang baru saja jatuh. Dia lalu berkata, ketika itu pada malam sabtu kamu menelpon aku, bahwa kamu akan pulang setelah mengantar orderan makanan itu. namun setelah itu kamu mengalami kecelakaan. kamu oleng terus menabrak pembatas jalan karena mau menyalip mobil di depan kamu, dan tepat pada saat itu di pembatas jalan ada besi yang menancap ke atas. setelah itu besi tersebut menancap ke kepalamu.

Si suami meraba bagian kanan kepalanya, ada bagian yang pecah, remuk, membentuk cekung ke dalam kepalanya. Hangat. Dia tidak berani melihat tangannya, karena dia tahu, ini pasti penuh darah. si suami melihat ke arah istrinya, Kenapa kamu gak bilang dari tadi?

Karena aku mau membiarkan kamu pamit, kata si istri.  

 Si anak terbangun oleh rasa dingin yang asing di tengkuknya. Si anak membuka matanya, dia kebingungan. Si anak lalu duduk, dia melihat ibunya yang sedang menyeka pipi yang basah. Si anak lalu melihat ke arah depan. Dia tidak melihat apa-apa. Hanya mereka berdua di ruangan ini, dan cahaya bulan yang jatuh ke tembok. Sejenak, si anak merasakan rindu yang sangat deras di dadanya, seolah ada simpul kusut yang ditarik-tarik ke segala arah. Dia tahu, dia rindu dipeluk oleh ayahnya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun