Mohon tunggu...
tigor munthe
tigor munthe Mohon Tunggu... Jurnalis -

Nasoadongsuraton

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Trotoar di Siantar Fungsi Ganda

16 April 2018   08:02 Diperbarui: 16 April 2018   09:35 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir seluruh trotoar ruas jalan utama di Siantar sudah diokupasi oleh para pedagang, pedagang apa saja. Mulai dari pedagang makanan, minuman, pedagang paket internet, pedagang sepatu, pedagang ambal, dan lain sebagainya.

Mereka leluasa menggelar dagangan tanpa khawatir digusur petugas. Para pedagang ini ada yang beroperasi sejak matahari terbit hingga matahari tenggelam. Ada juga pedagang yang berpayungkan langit gelap, dan terpaksa memakai alat penerang.

Mereka ada di sepanjang ruas Jalan Ade Irma Suryani, Jalan Haji Adam Malik, Jalan Sudirman, Jalan WR Supratman, Jalan Merdeka, Jalan Sutomo, Jalan Diponegoro, Jalan Parapat, dan lain-lain, termasuk trotoar di seputaran Pasar Horas dan Pasar Dwikora.

Ini memang ciri khas Siantar. Trotoar yang mulanya sebagai sarana pedestrian, atau wahana track bagi para pejalan kaki, juga berfungsi sebagai lapak jualan.

Siantar so pasti berbeda dengan kota atau daerah lain. Meski terbilang janggal, sebab pedestrian di mana-mana ya untuk pejalan kaki, bukan buat gelar jualan.

Mestinya, Walikota Siantar Hefriansyah bersama DPRD duduk bersama membuat sebuah peraturan daerah (perda), bahwa trotoar bisa dibuat jadi lapak jualan. Sekali lagi, dalam perda, ada legalisasi trotoar sebagai pedestrian dan lapak jualan. Bodoh dan lugu ya. Itu lah Siantar.

Lho, kok? Baiknya begitu. Dilegalisasi saja, agar dari sana bisa dikutip retribusi resmi dari para pedagang. Duit hasil kutipan itu masuk kas daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Tak seperti selama ini, tetap ada kutipan tetapi setornya entah ke kantong atau dompet siapa.

Lalu muncul lah kalkulator ala kedai tuak. Di mana akurasi hitungannya pasti rada-rada meleset meletus. Cemana pulak, berhitung sudah di bawah pengaruh bius nan cantik plus oyong.

Kalau lah ada 1.000 pedagang yang mengokupasi trotoar di seluruh ruas jalan yang ada di Siantar, lalu dari masing-masing pedagang dikutip Rp 5 ribu. Dikalikan sehari ada total Rp 5 juta uang kutipan. Dikali setahun ada Rp 1,8 miliar.

Besaran uang Rp 1, 8 miliar hasil kutipan itu tak masuk ke kas daerah, tapi barangkali masuk ke dompet para petugas entah petugas suruhan siapa. Sama-sama tahu lah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun