Lupakan sejenak kalau hari ini adalah hari Valentine. Yang ramai di kalangan anak muda. Karena tidak semua orang berpasangan, termasuk saya.
Saya akan bawa anda kepada memori indah sepakbola. Tentang orang terbaik. Yang kemarin berulang tahun ke 59.
Bagaimana dia bisa dikatakan sebagai yang terbaik? Tunggu dulu, dia bukan pemain, bukan juga pelatih. Perdebatan tentang pemain ataupun pelatih terbaik tak akan menemui titik temu. Semua orang punya parameter subjektif. Terutama tentang dimensi waktu, yang tidak bisa diperbandingkan satu sama lain dengan berimbang. Tetapi, jika ditanya siapa wasit terbaik sepanjang masa? Mungkin semua orang sangat setuju menyebut dirinya sebagai yang terbaik.
Tepat kemarin, 13 Februari, lahir seorang manusia setengah dewa. Di Bologna. Tahun 1960. Ialah Pierluigi Collina, wasit yang disebut-sebut sebagai yang terbaik sepanjang masa.
Masa remaja Collina tidaklah mengesankan : bermain sebagai bek tengah bagi tim lokal. Sadar tak berbakat, ia langsung banting setir mengambil kursus lisensi wasit saat berusia 17 tahun. Almamater pendidikannya tak main-main, lulusan sarjana ekonomi dari sebuah universitas di Bologna.
Kepalanya plontos akibat Alopecia. Tatapannya tajam. Pemain paling bandel pun pikir-pikir untuk komplain. Pembawaanya tegas, adil dan tanpa kompromi. Sangat paham peraturan. Tak ada yang berkomentar "bahwa wasit telah memihak" jika ia telah memimpin.
Graham Poll, wasit asal Inggris. Yang pernah memberi kartu merah tiga kali kepada pemain Kroasia (saya lupa namanya) saat Piala Dunia 2006. Memberikan pengalaman luar biasanya saat bekerja bersama Collina. Saat Jepang melawan Turki pada Piala Dunia 2002. Dimana Collina sebagai wasit, dan Poll sebagai Ofisial keempat.
Collina menggambarkan skuad kedua tim dalam kertas. Menerangkan mana saja pemain yang gampang emosional. Termasuk kejadian apa saja yang akan terjadi dalam setiap wilayah asisten wasit. Dan hebatnya, kata Poll, Collina tidak salah.
Integritasnya tidak diragukan lagi. Saat Calciopoli mengguncang sepakbola Italia pada tahun 2006, hanya dia dan Roberto Rossetti yang bersih dari skandal besar berjamaah itu.
Bahkan FIGC (PSSI-nya Italia) sampai-sampai mengubah aturan batas pension wasit agar Collina tetap bertugas. Tetapi, isu OPEL yang mengaitkannya dengan Milan membuatnya agak gerah, dan semakin bulat untuk pensiun, meskipun sudah dicegah. Sayapun heran, apakah ada wasit di dunia ini yang sampai dicegah pensiun agar tetap bertugas? Hanya wasit setengah dewa yang mendapatkan penghormatan seperti itu. Yaitu Collina, dengan berbagai penghargaan mentereng yang tak perlu saya sebutkan. Browsing di Google, banyak sekali.
"Anda harus diterima di lapangan pertandingan bukan karena anda wasitnya, tapi karena orang-orang percaya kepada anda", ujar Collina seperti dilansir dari Bola.net.
Pemain-pemain yang pernah bermain di bawah hakim Collina pun bersuara. Tentang kepercayaan mereka kepada si Alien itu. Tak mungkin ada kesalahan wasit yang menguntungkan bagi lawan. Selama Collina memimpin. Dan kepercayaan orang pun dibayar tuntas lewat titah sang hakim. Yang meskipun wajar memang karena manusia tempatnya salah, tapi hampir semua putusannya tak pernah menuai kontroversi.
Mungkin Collina adalah gambaran impian karier seorang wasit. Kariernya meroket seiring kepemimpinannya yang menuai banyak pujian. Diapun memimpin salah satu pertandingan bersejarah. Salah satu final Liga Champions yang terbaik. Yang legendaris itu. Teaternya di Camp Nou. Yang Ole Gunnar Solksajer (yang kemarin kalah dari PSG) mencetak winning goal untuk timnya yang sekarang juga ia latih, MU. Dimana sorak-sorai pendukung di Catalan itu seperti auman singa kata Collina.
Berlanjut hingga ia memimpin final Piala Dunia 2002. Brazil melawan Jerman. Yang Ronaldo Lima menggila itu. Jerman kalah, namun Oliver Kahn sangat puas akan kepemimpinan Collina meskipun tak bertuah bagi timnya. Pertandingan dipimpin Collina, kesimpulannya adalah kemenangan ditentukan oleh 22 pemain yang bertarung. Karena manusia setengah dewa itu tak akan memihak siapapun.
Mungkin banyak yang kariernya seperti Collina. Howard Webb bahkan memimpin final Liga Champions dan Piala Dunia pada tahun yang sama. Tapi, jarang seorang wasit mendapat penghormatan yang sangat agung macam Collina. Mungkin hanya Collina, karena integritasnya tanpa noda. Karier Webb yang juga polisi itu sempat ternoda. Karena sering membuat putusan kontroversi pada Liga Primer Inggris tahun 2011 dan 2012. Hingga ia sempat turun kasta memimpin Championship karena performanya mengecewakan.
Ya, Collina memang tiada duanya. Semua akan tunduk, kepada Collina. Dialah wasit terbaik sepanjang masa. Buon Compleanno, Pierluigi Collina. Maaf telat. Dari saya, panjang umur untuk anda. Supaya UEFA dan FIFA yang brengsek itu tetap bagus wasitnya dibawah komite yang anda pimpin. Dan supaya PSSI, mafia dan wasit kita yang sering dipukuli itu tahu, arti kepercayaan dan integritas dalam sepakbola.
Sumber :
Bola.net
Wikipedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H