Demokrasi Terpimpin yang digagas Bung Karno mengintegrasikan 3 kekuatan besar politik yang dianggap dominan saat itu. Doktrin Nasakom justifikasinya. Paduan antara partai politik beraliran Nasionalis, Agamis dan Komunis yang menjadi pendukung setia Bung Karno.
PKI sebagai parpol pendukung Bung Karno menjadi salah satu partai besar saat itu. Loyalitas mereka kepada Putra Sang Fajar membuat Bung Karno memberikan akses yang besar dalam proses politik saat itu. Dudu sanak dudu kadang, yen mati aku melu kelangan. Begitu esensi salah satu pidato Soekarno seperti yang dijelaskan oleh Sofjan Wanandi dalam bukunya, Menyibak Tabir Orde Baru.
Menjelang kejatuhannya, kesehatan Bung Karno semakin menurun. Dan suksesi menjadi fokus berbagai kekuatan politik saat itu. Sikut-menyikut mulai terasa. Dan konflik politik pun terbuka : PKI melawan Angkatan Darat.
AD geram kepada PKI ketika mereka mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima beranggotakan buruh dan tani yang dipersenjatai dan dilatih secara militer. PKI sadar, secara fisik mereka tidak akan menang. Dan AD pun mulai terusik. Apalagi setelah beredar isu dibentuknya Dewan Jenderal, yang siap mengkudeta Soekarno yang mulai sakit-sakitan. AD pun mendapat informasi bahwa PKI siap melakukan kudeta dan menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Makin memanas.
Entah siapa yang merancang, banyak versi berseliweran terutama setelah Reformasi. Sekelompok pasukan yang dikomando Letkol Untung membunuh perwira AD yang dianggap "liberalis", termasuk diantaranya Ahmad Yani, yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat suksesor Soekarno. Guru Besar dan sosok senior militer kita waktu itu, tentara angkatan pertama yang ikut berjuang merebut kemerdekaan, Nasution, lolos dari operasi keji itu. Perwira yang ditetapkan menjadi Pahlawan Revolusi oleh Pemerintah.
Peristiwa inilah yang dinamakan, entah lah apakah G 30 S saja, atau G 30 S /PKI, atau Gestapu, atau Gestok. Yang menjadi salah satu pemicu perubahan arah bangsa. Sejarah baru dimulai.
Singkat cerita, rentetan kejadian sesudahnya adalah dikeluarkannya Supersemar yang sampai sekarang surat aslinya belum ditemukan. Muncul dualisme kepemimpinan nasional. Dan akhirnya Soekarno dilengserkan oleh MPRS pimpinan Nasution kala itu. Pemegang Supersemar, pemegang wahyu kepemimpinan juga menurut beberapa pengikut setianya, Soeharto, memulai sebuah era baru yang disebut Orde Baru.
..............................
Asvi Warman Adam, menjelaskan periodisasi historiografi peristiwa G 30 S dalam orasi pengukuhan dirinya sebagai Profesor riset bidang sejarah politik. Periode pertama, tahun 1965-1968 sebagai masa pencarian dalang peristiwa G 30 S. Periode kedua, tahun 1968-1998, periode dimana pembuatan narasi sejarah tunggal oleh Pemerintahan Orde Baru, yang diikuti oleh de-Soekarnoisasi pada era itu. Dan yang ketiga, setelah Reformasi 1998, dimana pihak terkait, utamanya korban yang bungkam selama 30 tahun mulai angkat bicara dan coba meluruskan sejarah yang dianggap dibelokkan.
Narasi sejarah Orde Baru menonjolkan peran utama PKI dalam peristiwa berdarah itu. Sementara keadaan post-reformasi memunculkan berbagai versi baru yang berbeda, bahkan ada yang menempatkan Soeharto sebagai dalang peristiwa.
Ya, saya sendiri bingung. Mana yang benar, mana yang fiktif. Entah PKI terbukti atau tidak, akan melakukan kudeta sekaligus mengubah ideologi negara menjadi Komunis. Entah benar atau salah, Soeharto merancang pembunuhan beberapa perwira militer untuk memuluskan langkahnya menjadi suksesor Soekarno. Dengan menempatkan PKI sebagai subyek utama sekaligus memaksa Soekarno lemah secara politik.
Dua suksesi awal kepemimpinan negara ini dihiasi peristiwa berdarah dan menimbulkan bekas dalam sejarah perjalanan bangsa kita. Suksesi pertama diwarnai dengan Gestapu dan pembantaian PKI fisik dan non fisik, dan yang kedua dengan tewasnya beberapa mahasiswa penghendak reformasi sebagai bentuk perlawanan rakyat akan pemerintah yang dianggap otoriter.
Itu menjadikan kita belajar banyak sebagai bangsa dan negara. Untuk menciptakan sistem suksesi kepemimpinan berkelanjutan dan konstitusional. Amandemen UUD menjamin hal itu. Agar kejadian serupa, penuh konflik dan berdarah, tidak terulang lagi dengan mudahnya. Sejarah yang menjadikan kita negara yang semakin dewasa, dan semakin kuat dalam mewujudkan cita-cita luhurnya.
Dan sudah saatnya kita berdamai dengan 30 September. Tak perlu isu ini menjadi gorengan tiap tahun seakan kita telah membuka aib sendiri dengan sengaja.
Pembantaian PKI, dan yang terafiliasi dengannya, fisik dan non fisik, menimbulkan trauma kepanjangan bagi korban. Diskriminasi terhadap keturunan korban yang tidak tahu apa-apa berlangsung.
Sudah saatnya saling bermaafan kesalahan masa lalu. Minta maaf tak akan menjatuhkan harga diri kita. Agar bangsa ini melangkah maju ke depan tanpa memikul beban sejarah berat yang menjadi aib. Agar kita bisa hidup damai dengan semua elemen, tanpa dibumbui gorengan Gestok yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik untuk unjuk diri merebut emosi rakyat.
Berdamai dengan masa lalu tak akan membuat Pancasila digantikan dengan Komunisme kelak. Meskipun komunisme tetap menjadi bahaya laten. Komunisme sudah gagal, terbukti dengan runtuhnya negara komunis macam Uni Soviet. Di era globalisasi sekarang, Korea Utara pun sudah membuka diri kepada dunia, mempertegas bahwa tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat hidup berdiri sendiri tanpa bantuan bangsa lain. Komunisme sebagai ideologi dianggap sudah tidak relevan untuk diterapkan.
Pancasila harus tetap tegak. Sebagai dasar dari penyelenggara negara, sumber dari segala sumber hukum, kepribadian bangsa, dan pandangan hidup masyarakat Indonesia. Tidak hanya komunisme yang bahaya, Liberalisme dan Kapitalisme menjadi bentuk baru dari kolonialisme dan imperialisme. Kita ini Bangsa Pancasila, yang kuat dan mandiri. Kita manusia Pancasila, yang toleran, humanis, dan tak menutup diri akan globalisasi.
Sekali lagi, berdamai dengan sejarah harus segera dilakukan. Ketika kita menjadi bangsa yang pemaaf akan sejarah kelam kita sendiri, kita telah bersiap menjadi bangsa kuat yang maju di segala bidang tanpa memikul beban berat masa lalu yang menjadi aib kita.
Sumber online :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H