Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masa Pandemi, Saat yang Tepat Memerdekakan Budaya Literasi

14 Juli 2020   22:51 Diperbarui: 14 Juli 2020   22:51 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa dimaklumi jika gebrakan mas Menteri masih belum terlihat untuk budaya literasi ini. Gebrakan yang menggaung dari beliau adalah masih soal merdeka belajar, yang didalamnya ada penghapusan UN, penyederhanaan RPP, pun penyempurnaan zonasi untuk PPDB. Dan yang paling gres adalah dilaunchingnya gerakan guru penggerak.

Tetapi bukan berarti Mas Nadiem hanya berhenti pada prihatin saja. Setidaknya, beliau sempat memberikan statemen melihat fakta seperti itu. Mendikbud merasa perlu adanya perubahan cara pandang bangsa Indonesia dalam membaca. Menurut dia, budaya literasi bukan hanya dilakukan dengan cara-cara konvensional, yaitu melalui buku (sumber : Liputan6.com). Bahkan di sumber yang sama, mas Menteri sempat berseloroh jika budaya membaca sebaiknya bisa melalui berbagai cara yang kita senangi. "Mungkin kaya main games ya. Bapak-bapak, Ibu-ibu pernah main games, iya kan," ucap Nadiem Makarim di Kemendikbud, Jakarta, Desember 2019 lalu.

Akan lebih menarik lagi jika beliau saat ini bergerak cepat untuk melakukan gebrakan di dunia literasi ini senyampang banyak aktifitas warga (utamanya guru dan siswa) lebih banyak di rumah. Logikanya, "jam longgar" di masa pandemi ini lebih sering ditemui. Saya termasuk yang mendorong benar agar Menteri saya ini melakukan launching sesuatu yang bisa mendongkrak semangat dan budaya literasi bangsa ini.

Gebrakan itu bisa berupa insentif untuk penerbit dan penulis, pengadaan tempat-tempat membaca, memperluas kesempatan dunia tulis menulis, atau apalah yang saya yakin mas Nadiem lebih punya literatur yang lengkap untuk membuat gebrakan itu.

Teramat muspro jika aktifitas pendidikan yang rada tersendat (karena efek Korona)  tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Sungguh, jika saya amati di lima bulan terakhir, energi bangsa hampir seluruhnya hanya pada penanganan Covid-19 dan pelambanan ekonomi. Alangkah baiknya jika di tengah pelampiasan dua tema itu, 

Mendikbud membuat gebrakan untuk menggeliatkan budaya literasi. contoh sederhananya adalah dengan menggelontorkan anggaran besar-besaran untuk reward mereka yang berkiprah di dunia literasi. Contoh sederhana lagi, misalnya memberikan akses gratis untuk mereka yang beraktifitas di dunia literasi, baik dalam membaca, menulis, mencipta, dan mengapresiasi karya-karya.

Intinya, pemerintah harus segera memulai memimpin gerakan-gerakan literasi ini. Mengisi kekeosongan waktu di masa pandemi adalah saat yang tepat untuk menciptakan budaya literasi yang kian kuat. Lha wong gerakan new normal saja mulai bisa dibiasakan.

Upaya apapun harus dilakukan, disamping membaca dan menulis bisa mengisi waktu luang yang bermakna, pun membaca dan meulis, dunia literasi, budaya literasi, merupakan kunci terbukanya segala wawasan dan kreasi-kreasi perubahan.

 Jika toh upaya (gebrakan budaya literasi) yang dilakukan saat ini belum bisa dimanfaatkan secepatnya, setidaknya di sepuluh tahun ke depan hasil dari upaya saat ini akan nampak dengan sempurna. Sehingga keterpurukan akan minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia dapat segera tertolong.

Sesungguhnya bukan karena peringkat 60 itulah yang memicu motivasi kita untuk menggairahkan semangat membaca dan menulis. Tetapi kesadaran akan ekses dari tenggelamnya pada kelesuan minat membaca dan menulislah yang seharusnya membuat lebih takut bagi bangsa ini dalam menghadapi proses-proses perubahan di masa yang akan datang.

Mari galakkan semangat membaca,. Salam literasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun