Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masa Pandemi, Saat yang Tepat Memerdekakan Budaya Literasi

14 Juli 2020   22:51 Diperbarui: 14 Juli 2020   22:51 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secuil uraian di atas menjadi bukti jika pemerintah tersadar dan tergerak untuk mendorong dunia literasi, dunia tulis menulis agar bergeliat semakin meningkat. Upaya ini memang tidak serta merta akan memberikan perubahann yang cepat bagi motivasi membaca dan menulis di negeri ini. Namun setidaknya menjadi angin segar jika pemerintah mulai berfokus pada hal tersebut.

Yang lebih menggembirakan lagi adalah gerakan literasi digital learning untuk guru dan masyarakat yang berminat. Konsep sederhana dari gerakan literasi digital learning ini adalah mensuport guru dan masyarakat untuk gemar membaca menulis di era digital, di era dunia internet. Kebijakan ini pun bisa diartikan sebagai keberpihakan pemerintah untuk memotong kelesuan gairah membaca dan menulis di negeri ini.

 Lantas, apakah sudah cukup upaya tersebut?  Kayaknya masih butuh upaya-upaya lain yang lebih menyentuh semangat membaca dan menulis ini. Memotong sebab lesu motivasi atau semangat membaca lebih rumit daripada berupaya untuk pengadaan gedung dan buku-buku. Ikatan niat, kesempatan, sampai pada keyakinan akan manfaat membaca dan menulislah yang perlu terus menerus di serukan ke masyarakat. Sembari memberikan penyeruan itu, pelan-pelan pemerintah dan aktifis gerakan literasi melakukan pembenahan, baik dari sisi kaulitas maupun kuantitas yang dibutuhkan utuk dunia literasi.

Yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaan atas semangat warga untuk gemar membaca maupun gemar menulis. Penghargaan tidak harus dalam bentuk kas atau langsung. Penghargaan bisa berupa kemudahaan, perhatian, sampai pada pemberian jaminan akan kebermanfaatan dari membaca dan menulis.

 Contoh sederhannya adalah, jika itu dari sisi gemar membaca, pemerintah bisa lebih mendekatkan dan memudahkan masyarakat untuk mengakses info dan buku-buku (baik yang konvensional maupun yang digital). Sehingga masyarakat merasa tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkannya. Misalnya, pemberian akses internet, membuat kedai-kedai buku yang lebih mudah dijangkau oleh warga, dan sebagainya.

Sedangkan jika dari sisi menulis, upaya memberikan beasiswa ini sudah bisa mewakili salah satu terobosan yang dilakukan. Disamping juga memberikan kemudahan kepada penulis untuk menerbitkan buku, memposting tulisan jika itu di dunia digital, atau pemberian reward-reward lain atas kegigihannya menghasilkan sebuah karya.

4. Literasi di Era Pandemi dan Mas Nadiem

Singkat saya ilustrasikan, sejak adanya pandemi virus Korona, yang salah satu konsekwensinya adalah siswa harus belajar di rumah, nyaris saban pagi di daerah saya bergerombol anak seusia SD/SMP ngobrol entah apa. Ketika saya dekati, saya tanya tentang tugas-tugas dan aktifitas belajar di rumah, mereka selalu menjawab "Sudah, Pak". Sulit bagi saya untuk meneruskan pertanyaan, kecuali hanya berdoa semoga mereka bersabar dengan situasi ini.

Akankah hal ini akan terus lama terjadi? Andai saja mereka terbiasa dengan budaya literasi, budaya membaca lalu tersedia sarana dan prasaranya, betapa indahnya mereka beraktifitas belajar di rumahnya.

Yups, yang pasti mas Nadiem (di berbagai media) prihatin dengan perolehan peringatan Programe for International Student Assessment atau PISA 2018 yang dirilis pada Nopember 2019. Jadi intinya, Menteri termuda di kabinet sekarang ini sudah menunjukkan batin terdalamnya. Mas Nadiem prihatin, itu intinya.

Saya sengaja mencoba menyapa Mendikbud kita dengan "Mas", adalah sebagai bentuk perwujudan kemerdekaan saya dalam wilayah humanisme. Begitu juga dengan judul artikel ini. Saya memerdekakan pembaca untuk memberikan titik tekan dimana yang disuka. Apakah di pandeminya, atau di literasinyanya, atau mungkin budayanya. Silahkan pembaca memerdekakan diri untuk memerdekakan tafsir atas judul tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun