Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Makna Lautan Cinta

23 Maret 2015   11:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:13 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lautan cinta semakin membiru, ketika puja-puji cukup hanya sekali. Setelah itu silahkan ditelan dan nikmati. Sekaligus dipersiapkan lahirnya dampak atas “bisa” cinta yang telah dipilihnya. Mencinta bukanlah lautan resah apalagi pesta pora. Cinta bukan syahwat dan hentakan pikir bejat. Cinta adalah ketuntasan dialog hati untuk lebih menyayangi. Cinta tidak mengenal koridor dan hitungan. Bukan sosok yang dipegang, bukan kekuasaan yang menyebabkan datang, apalagi karena berangkat dari benci dan iri. Cinta terlahir, setelah jiwa dan hati puas mengunyah diri sendiri.

Ketika Malik bin Dinar terperangah mendengar adanya sepasang sufi yang harum nama dan tinggi wibawa, Ia beranjak mencari walau sampai di ujung bumi. Semakin terperangah “sufi gila” ini, ketika menemukan sepasan sufi itu hanya duduk berhadapan beradu sudut sembari mata meleleh kabut asmara. Bibir bergerak mengikuti tasbih yang berputar di sela jemari sucinya.

Apa yang terjadi? Sepasang sufi itu adalah “merpati” yang telah ditinggal pergi pasangan masing-masing. Ipar dari sebuah kekerabatan, mencintai pasangan yang telah pergi dengan menghabiskan sisa waktu berdzikir diharibaan Illahi. Sungguh, jiwa yang telah basah dengan kedinginan arti cinta yang kini dipersembahkan seluruhnya untuk Sang Pemilik Cinta, Allah swt.

Lautan cinta kini mendidih, karena semakin ditinggal maknanya. Makna yang melaut luasnya, makna yang telah habis ditebas batang lehernya oleh kelicikan dan kepicikan hati! Hati manusia dan sejarah, dunia!

Ini Bukan Mimpi

Bangun kepercayaan
Seperti pusara menyambut jasad tak bernyawa
menimbun dengan tenang menemani tanpa beban
meski lonceng kematian berdentang sepanjang jaman

Pahit getir, manis dan hambar
berada dalam siklus kesetaraan rasa
saling menimpal mengisi dan berjejal
menunggu panggilan hati, maka, jauhkan membual

corak hentakan ini adalah liukan jiwa diri yang kemarin berlari
Jangan tanya apa yang sedang terasa belum ada detak yang mengisyaratkan
hilangnya gelisah nilai keagungan yang sedang dirambah di rongga kenyamanan

Hai
Tajam mata itu sayu
menggenggam erat gumpalan misteri untuk ditafsiri
gejolak ini semakin menjerat dibalik makna diskusi

Gerimis mengaburkan bayang, sosok
yang masih berdiri menyusun ritme alasan
mengabaikan terang di belakang baying

Tidurlah, sayang, ini bukan mimpi,
esokpun akan engkau temui tanpa batas waktu
Takdir bukanlah skenario diri yang bisa engkau tulis
dilembar dedaunan di sembarang dahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun