Lautan cinta semakin membiru, ketika puja-puji cukup hanya sekali. Setelah itu silahkan ditelan dan nikmati. Sekaligus dipersiapkan lahirnya dampak atas “bisa” cinta yang telah dipilihnya. Mencinta bukanlah lautan resah apalagi pesta pora. Cinta bukan syahwat dan hentakan pikir bejat. Cinta adalah ketuntasan dialog hati untuk lebih menyayangi. Cinta tidak mengenal koridor dan hitungan. Bukan sosok yang dipegang, bukan kekuasaan yang menyebabkan datang, apalagi karena berangkat dari benci dan iri. Cinta terlahir, setelah jiwa dan hati puas mengunyah diri sendiri.
Ketika Malik bin Dinar terperangah mendengar adanya sepasang sufi yang harum nama dan tinggi wibawa, Ia beranjak mencari walau sampai di ujung bumi. Semakin terperangah “sufi gila” ini, ketika menemukan sepasan sufi itu hanya duduk berhadapan beradu sudut sembari mata meleleh kabut asmara. Bibir bergerak mengikuti tasbih yang berputar di sela jemari sucinya.
Apa yang terjadi? Sepasang sufi itu adalah “merpati” yang telah ditinggal pergi pasangan masing-masing. Ipar dari sebuah kekerabatan, mencintai pasangan yang telah pergi dengan menghabiskan sisa waktu berdzikir diharibaan Illahi. Sungguh, jiwa yang telah basah dengan kedinginan arti cinta yang kini dipersembahkan seluruhnya untuk Sang Pemilik Cinta, Allah swt.
Lautan cinta kini mendidih, karena semakin ditinggal maknanya. Makna yang melaut luasnya, makna yang telah habis ditebas batang lehernya oleh kelicikan dan kepicikan hati! Hati manusia dan sejarah, dunia!
Ini Bukan Mimpi
Bangun kepercayaan
Seperti pusara menyambut jasad tak bernyawa
menimbun dengan tenang menemani tanpa beban
meski lonceng kematian berdentang sepanjang jaman
Pahit getir, manis dan hambar
berada dalam siklus kesetaraan rasa
saling menimpal mengisi dan berjejal
menunggu panggilan hati, maka, jauhkan membual
corak hentakan ini adalah liukan jiwa diri yang kemarin berlari
Jangan tanya apa yang sedang terasa belum ada detak yang mengisyaratkan
hilangnya gelisah nilai keagungan yang sedang dirambah di rongga kenyamanan
Hai
Tajam mata itu sayu
menggenggam erat gumpalan misteri untuk ditafsiri
gejolak ini semakin menjerat dibalik makna diskusi
Gerimis mengaburkan bayang, sosok
yang masih berdiri menyusun ritme alasan
mengabaikan terang di belakang baying
Tidurlah, sayang, ini bukan mimpi,
esokpun akan engkau temui tanpa batas waktu
Takdir bukanlah skenario diri yang bisa engkau tulis
dilembar dedaunan di sembarang dahan