Mohon tunggu...
Tifauzia Tyassuma
Tifauzia Tyassuma Mohon Tunggu... -

Dokter. Penulis. Tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Elegi Shinta dan Terorisme

15 Mei 2018   05:55 Diperbarui: 15 Mei 2018   07:01 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metode ketiga adalah persuation, membujuk, merayu agar melakukan tindakan tertentu. Tindakan akan dilakukan apabila yang bersangkutan merasakan bahwa apa yang harus dilakukan masuk dalam logika dia. Metode keempat adalah deception atau pemutarbalikan, pemberian informasi yang salah namun terus-menerus diberikan yang menghasilkan suatu pemahaman yang baru dan dipercayai.

Apabila Puji menerima instruksi bunuh diri dengan melalui metode kedua, ketiga dan keempat maka di atas sana pastilah dia akan menyesal dan ingin sekali waktu bisa dibalik kembali, sehingga dia tak harus melakoni tindakan yang begitu menyedihkan seperti tempo hari.

Masalahnya seorang wanita jawa tidak perlu dihipnosis, dipersuasi, atau didesepsi, apalagi didoktrin untuk mengikuti perintah suaminya. Apapun, betapapun tidak masuk akalnya perintah itu, apabila dia diperintahkan suami, maka dia akan lakukan, walaupun tidak sesuai dengan kata hatinya sekalipun, tetap akan dia lakukan, dengan ikhlas. Apalagi bila suaminya ini suami yang dicintainya, maka dia lakukan dengan dua semangat menggelora, semangat patuh dan semangat cinta.

Ini apabila dia seorang wanita jawa 24 karat. Dan ada karunia yang bersifat inheren yang dimiliki seorang wanita jawa, barangkali sebagai antidotum kepada situasi kepatuhan tanpa reserve, yaitu daya tahan yang luarbiasa terhadap penderitaan.

Tiada sejarah besar wanita jawa yang hebat yang hidupnya tanpa penderitaan. Apabila dia wanita bangsawan maka sejak awal dinikahi dia harus tahu akan ada wanita kedua, ketiga, hingga keseratus yang akan berbagi suami dengannya. (Ingat Raden Ajeng Kartini yang keikhlasannya dipoligami beradu perang dengan pemberontakan batinnya yang membawa pada kematian?)

Apabila dia wanita pidak pedarakan alias wanita biasa maka dia akan tahu bahwa uang yang diterima dari suami hanyalah segenggam beras dan sekepeng yang hanya cukup untuk membeli garam, selebihnya gizi keluarga harus pula dia yang mencari, protein hewani harus dia ternakkan sendiri, pada saat hamil besar dia harus pula membantu mengani-ani padi dan memanggul karung demi karung beras untuk dijual dan sebagian kecil jatah keluarga.

Wanita jawa tidak hanya harus patuh dan setia, dia harus memenuhi syarat sempurna sebagai wanita yaitu 5M.

Manak-Masak-Macak-Marak-Makaryo.

Dia harus bisa Manak, memberikan keturunan.

Dia harus bisa Masak, membuat sambal enak dari ulekan tangannya sendiri, adalah ujian dengan nilai tertinggi seorang wanita jawa 

Dia harus bisa Macak, berdandan dengan cantik dari subuh hingga malam hari untuk suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun