Mohon tunggu...
tidar sanjaya
tidar sanjaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Peracik

#Perancang #Peracik #SukaMembacaMenulis #Jurnalis #IG - tidar.ts #FB - tidar #Mumpung Masih Muda Harus Gesit,Kreatif dan Jujur.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum Harus Tegak, Jangan Direduksi Pengertiannya!

29 Juli 2020   23:12 Diperbarui: 29 Juli 2020   23:12 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum Harus Tegak, Jangan Direduksi Pengertiannya apa yang tertulis dalam undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yakni Negara Indonesia adalah negara hukum.

Hukum menurut E. Utrecht ialah suatu himpunan dari segala peraturan yang di dalamnya berisi tentang perintah serta larangan yang mengatur tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh setiap individu di dalam masyarakat tersebut.\

Dalam praktiknya, hukum bukanlah hanya sebatas aturan tertulis dan tidak tertulis (hukum yang hidup dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat/adat) tapi pengertiannya juga harus disebar luaskan dan penegakannya harus ditegakkan tanpa tebang pilih.

Siapapun itu,dihadapan hukum semuanya adalah sama, sebagai warga masyarakat yang hidup di negara hukum sudah menjadi keharusan untuk mentaati aturan-aturan yang telah ada, jika melanggar maka konsekuensinya adalah sanksi.

Hans Kelsen membagi norma hukum menjadi dua, pertama norma sekunder yang berisikan larangan dan suatu perbuatan, sedangkan yang kedua yakni norma utama berisikan larangan suatu perbuatan dan peletakan sanksi atas larangan tersebut.

Di era yang serba terbuka ini, hukum bukan lagi momok menakutkan sehingga semua orang kaku dalam berkehidupan menganggap bahwa hukum itu adalah sanksi kalau tidak penjara sekian tahun yaaa hukuman mati, dan hari ini hukum tidak seperti apa yang dibayangkan oleh sebagian orang dahulu kala.

Lembaga penegak hukum sudah mulai terbuka, tidak sedikit masyarakat yang berani bersuara serta melaporkan suatu tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum lainnya, dan hal itu adalah suatu kesadaran dari masyarakat itu sendiri, mereka menyadari bahwa hukum bukan sekedar sanksi tapi juga aturan yang harus di taati untuk menjadi peringat bagi siapapun itu tanpa terkecuali.

Semangat penegakan hukum tentu harus kita dukung sepenuhnya, tapi bukan hanya seberapa banyak dan seringnya penegak hukum itu menegakkan hukum, jangan sampai ada anggapan serta penilaian yang keliru dengan mengatakan bahwa jika penegakan hukum itu banyak dilakukan maka para penegak hukum kita sudah bekerja dengan maksimal.

Namun saya ingin berpendapat lain bahwa jika penegak hukum sibuk menegakan hukum mau adil atau tidak dan itu meningkat setiap tahunnya maka itu adalah suatu persoalan yang harus segera di selesaikan.

Artinya apa!! ada yang tidak beres dalam hukum kita sehingga pengertiannya direduksi atau di kurangi.

Saya ingin mengajak pembaca berpikir kritis jika makin sibuk penegak hukum menegakan hukum sampai banyak orang di penjara bahkan sampai over kapasitas lapas dan ruang tahanannya, maka itu artinya ada yang tidak beres, dan pemerintah harus hadir untuk me-nyelesaikannya.

Kalau yang digencarkan penegakannya,lalu ke mana pengertiannya? "Lebih baik mencegah dari pada mengobati" ungkapan inilah yang tepat untuk saat ini terhadap hukum yang ada di negara yang katanya negara hukum.

Jika hukum hanya diartikan sebagai sanksi maka aturan-aturan yang tertulis itu hanya sebatas puisi, jika di dalam pasal demi pasal itu indah maka kita yang merasa di untungkan sorak sorai (tanpa protes), namun sebaliknya jika di dalam pasal demi pasal itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka kita yang merasa dirugikan berontak (tidak menerimanya).

Dalam bukunya pengantar ilmu hukum, Dr. Azmi Syahputra, SH. M.H. yang juga Kaprodi sekaligus Dosen Universitas Bung Karno menjelaskan bahwa hukum tidak lain merupakan pencerminan masyarakatnya sekaligus berfungsi sebagai pemelihara tertib masyarakat (law is mirror of society).

Dan apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini hanyalah kegelisahan saya tatkala hukum sudah kehilangan ruhnya.

Pengertian hukum seperti direduksi dan di ambil alih oleh kepentingan-kepentingan yang bisa menyingkirkan pengertian hukum yang kita kenal dan pelajari saat ini.

Hukum haruslah berdiri tegak berdasarkan jati dirinya. Artinya bahwa masyarakat harus ikut berperan aktif untuk menjalankan dan mengimplementasikan aturan-aturan itu dengan sebaik mungkin bukan malah terjerat dalam hukum yang di lahirkan oleh dirinya sendiri.

*Penulis : Tidar Sanjaya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun