Mohon tunggu...
Tias Tanjung Wilis
Tias Tanjung Wilis Mohon Tunggu... Administrasi - Murid kehidupan

Perempuan biasa yang suka berbagi cerita Berharap bisa membuat perubahan Menciptakan kesetaraan laki-laki dan perempuan Melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kecap ABC, Kecapnya Laki-laki Feminis

6 November 2018   02:08 Diperbarui: 6 November 2018   03:33 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://web.facebook.com/kecapabc/photos/a.514551568556403/2088857881125756/?type=3&theater

Jujur, jarang saya nonton tv. Memang tak punya tv. Bukan karena pelit, tapi memang tak mau beli. Untuk apa beli? Acara yang bagus, cuma bisa dihitung dengan jari. Banyak yang tak mendidik. Orang jahat tau-tau tobat, hanya karena jatuh melarat atau jatuh di bagian pantat.

Iklannya juga tak mau kalah. Masih banyak yang rasis. Wanita cantik katanya hanya mereka yang berkulit putih, berambut lurus, dan berbadan langsing. Budaya patriarki dalam iklan juga masih mengakar kuat. Urusan domestik, mulai dari masak, cuci baju, cuci piring, setrika, ngepel, sampai nyemprot nyamuk, semua diperankan perempuan.

Mendobrak Patriarki

Bayangkan betapa kagetnya saya ketika beberapa hari yang lalu, saya kebetulan melihat iklan Kecap ABC. Ceritanya di suatu keluarga, anak perempuannya sedang menggambar superhero. Terjadi dialog antara ayah dan anak seperti ini:

Ayah: "Itu adek ya?"

Anak: "Ini superbunda."

Ayah: "Kekuatan superbunda apa?"

Anak: "Banyak. Bangun pagi, kerja, masak."

Ayah: "Kalau ayah?"

Anak: "Ayah cuma ngantor. Bunda udah ngantor, masih kuat masak."

Sang ayah seketika mendekati istrinya yang sedang masak dan berkata, "Maaf ya gak pernah bantu. Harusnya kalau kamu bisa kerja, aku juga bisa masak."

Langsung menetes air mata saya. Kenyataannya, jaman sekarang, para istri juga banyak yang bekerja. Alasannya beragam, mulai dari membantu ekonomi keluarga, eksistensi diri, kemandirian ekonomi, dan sebagainya. Sudah seperti itupun, istri masih tetap dituntut untuk mengerjakan segala macam urusan domestik. Anak nilainya jelek, yang disalahkan istri. Rumah berantakan, istri dituduh tak becus mengurus rumah. Istri tak sempat masak, semua bilang istri macam apa tidak mau masak. Akhirnya istri dipaksa menjadi superwoman. Serba bisa, tak pernah capek, tak pernah mengeluh. Kenyataannya tidak begitu. Seperti para suami, istri juga merasa lelah setelah bekerja. Itu manusiawi.

Asal tahu saja, istri yang seratus persen tinggal ibu rumah tangga saja, jauh lebih lelah daripada suami yang seharian bekerja di luar rumah. Pekerjaan rumah itu seperti tidak ada hentinya. Belum lagi para suami kalau pulang kerja selalu minta kopi sudah siap di meja. Para suami pasti mengharapkan ketika mereka pulang, istrinya sudah mandi, dandan cantik, menyambut suami di depan pintu sambil tersenyum manis tanpa menunjukkan muka lelah atau senyum kecut. 

Istri harus selalu siap setiap kali suami minta jatah. Kalau penampilan nglombrot sedikit atau sesekali menolak ajakan suami, istri takut suami akan punya banyak alasan untuk "jajan" di luar. Belum lagi tengah malam, para istri sering tak bisa tidur karena mikir keuangan dan rencana pendidikan anak. Bayangkan istri yang sudah bekerja, membantu suami, tapi masih juga dibebani dengan semua tanggung jawab domestik seperti itu.

Iklan Kecap ABC yang baru mampu melihat masalah itu dan memberikan jawaban yang selama ini dinanti-nanti para perempuan pekerja. Dalam budaya patriarki yang masih kental seperti Indonesia, iklan ini berani mendobrak stereotipe bahwa suami yang bekerja, istri mengurus rumah. Suami tidak ikut campur urusan dapur dan urusan domestik lainnya. 

Iklan ini memberikan harapan bagi para perempuan pekerja bahwa mulai ada yang memahami mereka. Mulai ada yang mengerti bahwa tidak mudah menjadi wanita karir dan ibu rumah tangga sekaligus, tanpa dukungan dan kontribusi suami dalam mengurus rumah tangga.

Laki-laki Feminis 

Sudah waktunya laki-laki sadar bahwa pekerjaan rumah bukan hanya menjadi tanggung jawab istri, tetapi juga tanggung jawab suami. Sudah saatnya laki-laki belajar tentang feminisme dan mengerti bahwa mereka juga harus menjadi seorang feminis.

Feminis hanya menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bukan menjadi lebih di atas dari laki-laki. Kaum feminis hanya menginginkan laki-laki dan perempuan bisa maju secara bersama-sama dan membangun bangsa ini bersama-sama, dimulai dari keluarga. Contohnya, dalam urusan membesarkan anak saja, ada peribahasa dari Afrika, "It takes a village to raise a child". Membesarkan dan mendidik anak adalah tanggung jawab bersama, suami dan istri, bahkan dikatakan dalam peribahasa itu, seluruh komunitas masyarakat juga memiliki tanggung jawab didalamnya. Jadi sekali lagi, bukan hanya tugas istri.

Urusan rumah tangga yang lain, seperti memasak, membersihkan rumah, dan sebagainya juga selayaknya menjadi tanggung jawab bersama, suami dan istri. Kalau anak sudah cukup besar, mereka pun (baik laki-laki atau perempuan) harus dilatih dan diberi tanggung jawab yang sama dalam urusan domestik. Dengan begitu, kelak ketika dewasa, anak laki-laki akan mampu menghargai dan menghormati perempuan karena mereka tidak merasa lebih tinggi dari perempuan. Di sisi lain, anak perempuan akan mampu memberikan penghargaan kepada diri mereka sendiri. Mereka akan tumbuh menjadi perempuan yang percaya diri, mampu bersaing secara sehat dengan laki-laki, tanpa harus terus menunggu Prince Charming datang menyelamatkan mereka dengan naik kuda putih.

 Terima kasih kepada kecap ABC, yang dengan iklan singkatnya mampu memberikan pendidikan tentang kesetaraan gender kepada bangsa ini. Jujur saya salut. Saya membayangkan pasti banyak suami yang kesal melihat iklan ini. Banyak juga perempuan yang pasti baper dan berharap punya suami seperti di iklan itu. 

Memang, seandainya para suami sadar, mau dan mampu bertindak seperti di iklan itu, perjuangan para feminis tuntas sudah. Hanya dengan kesadaran terhadap gender equality, maka laki-laki akan bisa menjadi feminis. Dan hanya ketika laki-laki menjadi feminis, maka laki-laki dan perempuan bisa maju bersama, tanpa ada yang harus berdiri di belakang. Lupakan kata-kata "Dibalik kesuksesan pria, ada perempuan hebat dibelakangnya". Kapan majunya negara kita kalau setengah dari bangsa ini tetap berdiri di belakang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun