Mohon tunggu...
Tias  Anggraini
Tias Anggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Kamu dan Dia

Berkarya tebarkan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Menahan Diri

12 Desember 2021   18:49 Diperbarui: 12 Desember 2021   19:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dimakan dikunyah,

Assalammu'alaikum semuanya :)

MasyaAllah ceria banget pagi hari ini. Semoga tetap ceria dan senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah Subhannallahu Wa Ta'ala. Segala apa yang kamu panjatkan semoga segera terkabul. Aamiin....

Kali ini saya ingin bercerita kepada para pembaca mengenai kejadian di masa kecil. Kejadian masa kecil yang mana nih ? Kan banyak tuh peristiwanya. Saya akan bercerita tentang setiap orang yang pernah mengalaminya. Iya apa ? Teman-teman waktu kecil sekitar usia belum baligh diajarkan ayah/bunda untuk belajar puasa. 

Yah, memang gak sampai magrib tapi sampai dhuhur saja. Walaupun begitu, anak kecil disuruh untuk menahan gak makan minum itu sulit. Kalau gak ada orang tua, sembunyi-sembunyi buka pintu kulkas. Melihat ada cemilan dan air dengan santainya dilahap. Ketika ketahuan orang tua langsung cepet-cepet mengumpat agar gak ketahuan. Hiks...hiks...

Hikmah yang bisa kita dapat saat orang tua kita menyuruh berpuasa yakni sabar. Kesabaran untuk menahan tidak makan, minum, dan menahan hawa nafsu. Menjelang kita sudah baligh, kewajiban berpuasa mulai diberlakukan. Awalnya puasa bedug (dhuhur) sekarang dilatih untuk puasa sampai maghrib. Nah, pernah gak kalian berfikir ? bahwa islam itu sudah mengajarkan kita untuk me-management diri. Salah satunya dengan berpuasa. Ha, apa itu management ? Memangnya kita butuh ya me-management diri ?

Ok, mari kita berbicara tentang management diri. Satu set keterampilan yang sangat penting untuk keberhasilan diri sendiri. Baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Management diri memiliki beberapa nama dan beberapa konsep yang terkait dengan itu. Kita juga akan membicarakannya dalam hal, marshmellow, tanda berhenti, squeezy ball, dan mngajar.

Mari kita mulai dengan marshmellow. Tahun 1960-an seorang profesor Stanford bernama Walter Mischelle ingin mengukur kemampuan anak-anak untuk menunda kepuasan sehingga dia melakukan eksperimen management diri yang inovatif. Salah satunya menggunakan media marshmellow sebagai penelitian. 

Dia akan mengatakan, " Saya akan pergi selama 15 menit, jika kamu ingin makan marshmellow maka makanlah jika kamu bisa menunggu sampai saya kembali. " Eksperimen ini dilakukan untuk menguji seberapa kuatnya anak-anak untuk menunggu makan marshmellow. Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa terdapat anak-anak yang tidak sabar untuk menyantap marshmellow. Ada juga anak yang lebih memilih menunggu. 

Mischelle mengatakan bahwa meskipun mereka berusaha sebaik mungkin, 2/3 anak-anak memakan marshmellow sebelum penelitian kembali pada tahun-tahun sejak itu percobaan telah disalin berkali-kali dengan anak-anak dari komunitas yang berbeda etnis dan latar belakang di berbagai negara di seluruh dunia. 

Biasanya dua pertiga dari anak-anak makan marshmellow disinalah hasil percobaan Mischelle menjadi sangat menarik setelah menjalankan percobaan banyak kali di California timnya melacak semua alat tes marshmellow yang dapat mereka temukan 10 tahun kemudian, 20 tahun kemudian, 30, 40 dan mereka menemukan beberapa hasil yang mengejutkan. Anak-anak yang dapat menunggu untuk suguhan kedua mendapat nilai lebih baik. 

Setelah dikontrol untuk IQ dinilai lebih kompeten secara akademis dan sosial oleh orang tua mereka dan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk merencanakan menangani stres dan berkonsentrasi tanpa menjadi terganggu bahkan beberapa dekade kemudian ada banyak penelitian yang membangun atau memperluas temuan. 

Satu studi yang lebih menyeluruh mengikuti 100 anak yang lahir di awal 70-an di Dunedin, Selandia Baru. Meneliti tentang   management diri  terhadap anak-anak. Ketika mereka bertumbuh dari usia 4 tahun hingga usia 11 tahun. Bukan hanya anak kecil saja melainkan guru, orang tua, dan teman-temannya. 

Setelah diteliti ternyata anak usia 4-11 tahun mereka tidak memiliki management diri. Apakah ini berarti jika anak tidak mengembangkan keterampilan management diri yang tepat sejak dini, seluruh jalan hidupnya jauh lebih buruk ? Justru ditahap inilah kita dapat mengajarkan anak untuk me-management  dirinya agar di masa depan mampu mengendalikan dirinya. 

Disini kita isa simpulkan bahwa pengendalian diri yang baik itu bisa memprediksi yang lebih baik dalam berbagai aspek mulai dari prestasi akademik sampai kita bisa jadi lebih sehat secara fisik dan mental. Selain itu, jika kita memiliki self management yang baik diprediksi memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik. 

Mengapa bisa seperti itu ? karena mereka bisa disiplin dalam menempuh proses pembelajaran dan mereka juga bisa menahan godaan yang beresiko seperti,tindakkan kriminal, merokok, meminum obat-obatan terlarang, pacaran, dan sebagainya. Orang yang memiliki self management yang baik mampu berkomunikasi lebih santai walaupun lawan bicaranya sedang marah. 

Sekarang kita mulai bertanya-tanya. Bagaimana sih caranya agar kita mampu mengembangkan self management dengan baik ? Menurut Miscelle itu ada 2 cara berfikir yang berhubungan dengan self management yaitu, hot thinking dan cool thinking. Cool Thinking adalah cara berfikir yang lebih lambat, kompleks, dan berpusat di frontal lobe, atau bagian otak kita yang lebih rasional dan mengatur fungsi berfikir yang kompleks. 

Contohnya ketika kita sedang dihadapi masalah, lebih berfikir panjang dan lebih memilih untuk diam sejenak. Sedangkan hot thinking adalah cara berfikir sederhana, cepat, dan sifatnya emosional karena berpusat di amygdala, bagian otak yang mengatur emosi. Ringkasnya cool thinking itu lebih cenderung berhati-hati dan cenderung rasional sementara hot thinking cenderung mengandalkan insting dan emosional. 

Hal inilah yang membuat orang lebih sulit untuk mengontrol diri, ketika seseorang hot thinking. Dalam teori marshmellow kita dapat mengetahui seorang anak dapat dikatakan memakai cool thinking jika ketika dia melihat marsmellow fokus memikirkan bentuk marshmellow seperti awan dibandingkan rasanya. Jika anak memfikirkan nikmatnya memakan marsmellow berarti dia memakai hot thinking dan dia mudah tergoda. 

Ketika kita berfikir menggunakan hot thinking lebih mudah bereaksi dan sulit untuk berfikir baik dan buruk dari suatu hal apalagi untuk mengendalikan diri. Sebaliknya jika kita menggunakan cool thinking dapat membantu melatih diri untuk mengontrol agar tidak memakan marsmellow.

Kesimpulan yang bisa kita ambil, yakni sejak usia dini anak dapat kita ajari untuk mengendalikan dirinya. Contohnya seperti belajar puasa, menahan makan, minum, hingga tenggelamnya fajar. Ketika menjelang dewasa mereka akan mencoba mengendalikan diri agar tidak mudah tersulut dengan emosi. Lebih tenang dalam menjalani problematika dalam kehidupan mereka. Ada pepatah berfikirlah dulu sebelum bertindak.

Terimakasih, semoga bermanfaat :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun