Assalammua'alaikum semuanya :)
Mau cerita sedikit nih, boleh ya disimak. Saya harap tulisan ini dapat bermanfaat untuk diri saya dan orang yang telah membaca. Mungkin ini saatnya saya bercerita tentang keadaan saya. Ambil baiknya dan buang buruknya. Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada kita semua. Well, tanpa bertele-tele lagi mari kita becerita.
Setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri. Allah telah menuliskan takdir sebelum kita lahir. Semua skenario kehidupan Allah tulis tersusun dengan rapi, detail, dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh ciptaanNya. Kita yakin semua itu, tapi terkadang manusia seringkali mengeluh, kecewa, sedih, bahkan ada yang sampai menyalahkan dan mempertanyakan, "Kenapa sih, Allah ngelakuin ini ? rasanya gak adil." Terkadang kita juga sering merasa tidak percaya diri, iri, dendam, frustasi, ketika semua orang menyalahkan mu. Akhirnya kita gampang menyalahkan kondisi. Mencoba mengintrospeksi diri, "Kira-kira aku salahnya dimana ?" mencoba untuk menenangkan serta memperbaiki diri, " It's Ok, gak masalah, aku harus cepat berubah. kesalahan ini akan ku perbaiki. Kesalahan itu adalah hal yang wajar ketika kita belajar."Â
Kisah Pribadi "LOVE STORY"
Suatu ketika saya sedang kasmaran kepada seseorang. Perasaan ini tidak bisa saya pendam sendiri. Saya menceritakan kepada ibu dan saudara sepupu. Percaya diri, yakin dan berharap bahwa dia adalah jodoh saya. Berbulan-bulan lamanya, saya mencoba mencari tahu tentang dia. Bagaimana karakteristiknya, kepribadiannya, dan akhlaknya. Ternyata dia baik, sesuai dengan apa yang saya cari. Semua informasi itu saya dapatkan dengan cara menyamar sebagai seseorang yang belum dia kenal. Sempat hati ini berkata, bahwa dia bukanlah yang terbaik untuk saya. Tapi entah mengapa saya terlalu mengabaikan akan hal itu. Nampaknya saya masih belum bisa mengikuti kata hati. :)Â
Sosok an ngajak ta'aruf lagi, padahal ilmu tentang itu masih ngais-ngais di youtube. Paham aja masih belum tentu, sudah berani ngajak orang lain nikah. Saya saja pun masih belum bertanya kepada diri sendiri,"Saya siap menikah atau belum ?". Kesiapan si cowoknya pun masih ngambang. Akhirnya saya coba tanya kepada kakak saya, "Menurut mas saya sudah layak menikah atau belum ?" jawaban kakak cukuplah memilukan. Menurut ibu saya, saya sudah layak menikah bahkan mau dicarikan pendamping, hiks..hiks (tersenyum malu). Semakin mantap kalau ikut pandangan orang tua.Â
Menginjak hampir 1 tahun mengenal dia. Kagum itu masih bertahan, hingga suatu ketika patah hati itu melanda. Dia yang selama ini aku anggap baik dan dapat merubah kehidupanku secara bertahap. Memulai proses ta'aruf dengan orang lain :( sedih tak karuhan. Seketika itu semua harapan mulai memudar. Karena emosi sampai-sampai nge-unfollow dia. Sampai saya merasa bersalah sendiri, "Kok bisa saya berekspetasi tinggi kepadanya." Pengalaman ini membuatku tak ingin memberikan hati kepada seseorang.Â
Belajar lagi...
Wajarlah, setiap manusia pasti memilik rasa suka terhadap seseorang. Seperti saya yang pernah mengalami hal ini sama seperti manusia lainnya. Memang enak ya, jika kita telah menemukan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Langsung saja digebet, digas untuk mencari tahu tentang dia. Disaat inilah kita berubah menjadi stalker. Pada ujungnya kita mulai mengutarakan perasaan kepada lawan jenis," Sebenarnya aku  kagum sama kamu. Mau gak kamu berkomitmen sama aku ?" sebagian orang ada yang mengambil keputusan untuk pacaran dan ada juga yang mau menikah.  Kalu saya lebih memilih untuk menikah, karena sebenarnya itulah komitmen yang amat serius. Berbeda dengan pacaran, tanpa ada ijin orang tua dan tidak ada akad. "Kalau gak pacaran gimana cara mengenal pasangan kita nantinya ? Nanti beli kucing di dalam karung, dong,"persepsi orang yang sedang dimabuk cinta.Â
Islam juga memberikan solusi dalam hal ini. Kita bisa mengenal pasangan lewat jalur ta'aruf. Hehe, ta'aruf itu mengenal kepribadiannya tanpa harus kita bercampur baur dengan orang yang bukan mahrom kita. Saat kita benar-benar yakin siap menikah, mencari perantara yang fasih dalam hal pencoblangan, meminta agar dicarikan yang terbaik untuk diri sendiri. Siap menerima apapun yang terjadi, entah itu ada penolakkan atau bersyukur jika diterima. Kalaupun gak diterima, jangan memaksa dan terlalu berharap tinggi akan kembali. Posthing (Positif Thiking) aja mungkin dia bukanlah yang terbaik untuk anda. Pasti Allah memberikan yang lebih baik dari dia, sembari kita terus memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Tahan nafsu kamu, dengan cara menundukkan pandangan. Jangan sampai mencari pasangan dengan jalan pacaran.Â
Proses Pemulihan Perasaan
Terdengar suara kritikkan amat pedas datang dari suadara ayah. Ya Allah, masalah apa lagi ini ? Saya kira ini adalah perkara sepele dan akan berlarut cepat. Hampir memakan waktu yang lama, suara itu masih mencuit. Saya, ibu, dan kakak mulai risih mendengarnya. Kakak saya sempat menenangkan orang yang bercuit. Alhamdulillah, dia paham akan kondisi kita. Mendengar itu saya sangat ingin sekali segera memperbaiiki, tapi niat baik ku dihadang oleh kakak. Dengan alasan, belum waktunya kita bertindak. Sabar ya, jangan grusak-grusuh ! nanti dikiranya karena omongan orang kita kesana.Â
Hari minggu kita pergi ke rumah nenek. Berharap masalah ini terselesaikan. Sayangnya tidak, setelah mencoba untuk memperbaruhi malah menjadi buruk. Sebagai anak  kena batunya orang tua. Semua anggota keluarga saya dipermasalahkan. Saya sadar dan mengaku bersalah, lama tak mengunjungi nenek yang sedang sakit. Namun ketika, engkau mempertanyakan alasan datang ke rumah karena di suruh orang. Membuat ibu saya tersinggung, niat awal ikhlas lillahita'allah ingin mengunjungi menjadi berubah.  Kondisi ibu saya baru datang, sudah diberikan pertanyaan. Sehingga memancing emosinya dan meluapkan semua amarahnya menjadi lebih agresif. Ditambah lagi tempat yang tidak ramah. Tidak seharusnya ibu ku berkata dengan nada tinggi, teriak, dan hampir menampar wajah tante. Saya hanya bisa diam melihat kondisi. Bukannya tidak mau ikut campur, saya hanya ingin memberikan ruang untuk ibu menenangkan diri. Jika sudah tenang, saya baru mendengarkan cerita ibu baik-baik sambil memberikan masukkan. "Bu, jangan terlalu cepat emosi. Lihatkan dampak kedepannya nanti seperti apa. Tahan dulu emosinya, setelah itu bicarakan dengan baik." Walaupun terkadang saya juga masih belum terbiasa mengendalikan emosi terutama di hadapan orang tua, tapi saya ingin belajar bersama-sama untuk meminimalisir sikap tersebut. Yuk kita belajar bareng :)Â
Mengelola Emosi dan Tempramen
Semua kejadian yang saya sampaikan memiliki hikmah yang berharga. Saya semakin sadar tentang pentingnya memahami diri sendiri (self-awareness). Memang emosi itu tidak bisa dikontrol, tetapi sikap kita dalam mengeluarkan emosi itu bisa kita kontrol. Kalian bisa kontrol dengan cara tarik nafas, diam terlebih dahulu, baca istighfar (resapi dan pahami artinya), berfikirlah dengan jernih, dan sampaikan dengan baik.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut : Belajarlah untuk saling memaafkan, ikhlas, diamlah dan introspeksi jika ada yang mengkritik mu. Bersyukur dan berdamai dengan sendiri. Jalani sekenario Allah dengan tersemyum dan bahagia.Â
SEMOGA INI BISA MEMBANTU MU DALAM MENGATUR EMOSI MU :)
DARI CERITA DIATAS JADIKAN BAHAN PEMBELAJARAN UNTUK MENJADI MANUSIA LEBIH BAIK LAGI :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H